ETIKA BISNIS DALAM PERSPEKTIF AGAMA DAN PERSPEKTIF  ALIRAN PEMIKIRAN

ETIKA BISNIS DALAM PERSPEKTIF AGAMA DAN PERSPEKTIF ALIRAN PEMIKIRAN

A. Latar belakang

Dunia bisnis di Indonesia tengah mengalami proses perubahan. Arus globalisasi yang semakin deras tengah menekan dunia bisnis Indonesia untuk mengadopsi standar-standar pengelolaan bisnis secara internasional. Sustainable development maupun green business merupakan isu yang semakin berkembang. Masyarakat dunia semakin peduli akan kelestarian lingkungan. Keseimbangan dunia bisnis dan lingkungan harus bisa dicapai. Ecolabeling merupakan salah satu contoh usaha masyarakat untuk menyelamatkan lingkungan dari ancaman dunia bisnis.

Berbicara tentang "etika bisnis" di sebagian besar paradigma pemikiran pebisnis terasa kontradiksi interminis (bertentangan dalam dirinya sendiri) atau oxymoron ; mana mungkin ada bisnis yang bersih, bukankah setiap orang yang berani memasuki wilayah bisnis berarti ia harus berani (paling tidak) "bertangan kotor". 

Apalagi ada satu pandangan bahwa masalah etika bisnis seringkali muncul berkaitan dengan bisnis tertentu, yang apabila "beretika" maka bisnisnya terancam pailit. Disebagian masyarakat yang nir normative dan hedonistik-materialistk, pandangan ini tampaknya bukan merupakan rahasia lagi karena dalam banyak hal ada konotasi yang melekat bahwa dunia bisnis dengan berbagai lingkupnya dipenuhi dengan praktik-praktik yang tidak sejalan dengan etika itu sendiri.

Begitu kuatnya oxymoron itu, muncul istilah business ethics atau ethics in business. Sekitar dasawarsa 1960-an, istilah itu di Amerika Serikat menjadi bahan kontroversial. Orang boleh saja berbeda pendapat mengenai kondisi moral lingkungan bisnis tertentu dari waktu ke waktu. Tetapi agaknya kontroversi ini bukanya berkembang ke arah yang produktif, tapi malah semakin menjurus ke suasana debat kusir.

Wacana tentang nilai-nilai moral (keagamaan) tertentu ikut berperan dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat tertentu, telah banyak digulirkan dalam masyarakat ekonomi sejak memasauki abad modern, sebut saja Misalnya, Max weber dalam karyanya yang terkenal, The Religion Ethic and the Spirit Capitaism, meneliti tentang bagaimana nilai-nilai protestan telah menjadi kekuatan pendorong bagi tumbuhnya kapitalisme di dunia Eropa barat dan kemudian Amerika. Walaupun di kawasan Asia (terutama Cina) justru terjadi sebaliknya sebagaimana  yangditulis Weber. Dalam karyanya The Religion Of China: Confucianism and Taoism, Weber mengatakan bahwa etika konfusius adalah salah satu faktor yang menghambat tumbuhnya kapitalisme nasional yang tumbuh di China.

B.  Etika bisnis Islam dalam Al-Qur’an dan Hadist

Menurut etika bisnis Islam, setiap pelaku bisnis (wirausaha) dalam berdagang, hendaknya tidak semata-mata bertujuan mencari keutungan sebesar-besarnya, akan tetapi yang paling penting adalah mencari keridhaan dan mencapai keberkahan atas rezeki yang diberikan oleh Allah SWT. Hakikat keberkahan usaha itu adalah kemantapan dari usaha 
yang dilakukannya dalam bentuk memperoleh keuntungan yang wajar dan diridhai oleh Allah SWT.

Al-Quran dan Hadits didalamnya mencakup sekumpulan aturan-aturan dan prinsip￾prinsip yang jika dijalankan akan menghasilakn kesuksesan besar bagi para pelaku bisnis, baik di dunia maupun di akhirat. Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya:
“Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS. An￾Nahl : 89).

Nabi Muhammad SAW memperinci ayat diatas dengan hadits sebagai berikut:
“Telah kuwariskan kepadamu dua hal, yang jika kamu tetap berpegang kepadanya,
maka kamu tidak akan tersesat selamanya, yaitu kitab Allah dan sunnahku.” (Bukhari
Muslim)
Untuk memperoleh keberkahan dalam jual beli, Islam mengajarkan beberapa etika dalam melakukan bisnis, sebagai berikut:
  1. Jujur dalam takaran dan timbangan, Allah berfirman QS al-Muthafifin 1-2:“Celakalah bagi orang yang curang. Apabila mereka menimbang dari lain (untuk dirinya, dipenuhkan timbangannya). namun, apabila mereka menimbang (untuk orang lain) dikuranginya”. Menjual barang yang halal. Dalam salah satu hadits nabi menyatakan bahwa Allah mengharamkan sesuatu barang, maka haram pula harganya (diperjualbelikan).
  2. Menjual barang yang baik mutunya. Dalam berbagai hadits Rasulullah melarang menjual buah-buahan hingga jelas baiknya.
  3. Jangan menyembunyikan cacat barang. Salah satu sumber hilangnya keberkahan jual beli, jika seseorang menjual barang yang cacat yang disembunyikan cacatnya. Ibnu Umar menurut riwayat Bukhari, memberitakan bahwa seorang lelaki menceritakan kepada Nabi bahwa ia tertipu dalam jual beli. Sabda Nabi ; “Apabila engkau berjual beli, katakanlah : tidak ada tipuan”.
  4. Jangan main sumpah. Ada kebiasaan pedagang  untukmeyakinkan pembelinya dengan jalan main sumpah agar dagangannya laris. Dalam hal ini Rasulullah SAW memperingatkan: “sumpah itu melariskan dagangan, tetapi menghapuskan keberkahan”. (H.R. Bukhari).
  5. Longgar dan bermurah hati. Sabda Rasulullah: “Allah mengasihi orang yang bermurah hati waktu menjual, waktu membeli dan waktu menagih hutang”. (H.R. Bukhari). Kemudian dalam hadits lain Abu Hurairah memberitakan bahwa Rasulullah bersabda: “ada seorang pedagang yang mempiutangi orang banyak. Apabila dilihatnya orang yang ditagih itu dalam dalam kesem-pitan, dia perintahkan kepada pembantu-pembantunya.” Berilah kelonggaran kepadanya, mudah-mudahan Allah memberikan kelapangan kepada kita”. Maka Allah pun memberikan  kelapangankepadanya “ (H.R. Bukhari).
  6. Jangan menyaingi kawan. Rasulullah telah bersabda: “janganlah kamu menjual dengan menyaingi dagangan saudaranya”.
  7. Mencatat hutang piutang. Dalam dunia bisnis lazim terjadi pinjam-meminjam. Dalam hubungan ini al-Qur’an mengajarkan pencatatan hutang piutang. Gunanya adalah untuk mengingatkan salah satu pihak yang mungkin suatu waktu lupa atau khilaf: “hai orang￾orang yang beriman, kalau kalian berhutang-piutang dengan janji yang ditetapkan waktunya, hendaklah kalian tuliskan. Dan seorang penulis di antara kalian, hendaklah menuliskannya dengan jujur. Janganlah penulis itu enggan menuliskannya, sebagaimana telah diajarkan oleh Allah kepadanya”.
  8. Larangan riba sebagaimana Allah telah berfirman: “Allah menghapuskan riba dan menyempurnakan kebaikan shadaqah. Dan Allah tidak suka kepada orang yang tetap membangkang dalam bergelimang dosa”.
  9. Anjuran berzakat, yakni menghitung dan mengeluarkan zakat barang dagangan setiap tahun sebanyak 2,5 % sebagai salah satu cara untuk membersihkan harta yang diperoleh dari hasil usaha.

C. Beberapa Aspek Terkait dengan Bagaimana Islam Memandang Etika dalam Bisnis

  1. Islam mengajarkan agar dalam berbisnis, seorang muslim harus senantiasa berpijak kepada aturan yang ada dalam agama, utamanya bagaimana pengusaha tidak hanya memikirkan kepentingan sendiri, namun juga bisa membina hubungan yang harmonis dengan konsumen atau pelanggan, serta mampu menciptakan suasana saling meridhoi dan tidak ada unsur eksploitasi. Hal ini sebagaimana ketentuan dalam Al-Qur’an yang memberi pentunjuk agar dalam bisnis tercipta hubungan yang harmonis, saling ridha, tidak ada unsur eksploitasi (QS. 4:29) dan bebas dari kecurigaan atau penipuan, seperti keharusan membuat administrasi transaksi kredit (QS. 2: 282).
  2. Bekerja dalam konteks Islam harus didasari atau berlandaskan kepada iman. Dalam kaitan iman, berbisnis tidak semata-mata mengejar keuntungan duniawi, melainkan seorang muslim harus senantiasa ingat bahwa apa pun yang ia kerjakan harus diimbangi dengan komitmen kecintaan kepada Allah. Dengan demikian, Iman akan membawa usaha yang dilakukan seorang muslim jauh dari hal-hal yang dilarang dalam hukum jual beli seperti riba, menipu pembeli, dan sejenisnya.

D. 5 Ketentuan Umum Etika Berbisnis dalam Islam 

1. Kesatuan (Tauhid/Unity)

Dalam hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.

Dari konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.

2. Keseimbangan (Equilibrium/Adil)

Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan. Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau menakar atau menimbang untuk orang selalu dikurangi. Kecurangan dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah kepercayaan.

Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan.
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan
neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya,” (Q.S.
al-Isra’: 35).
 Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat adil,tak terkecuali pada pihak yang tidak disukai. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Maidah ayat 8 yang artinya: “Hai orang-orang beriman,hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah SWT,menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-sekali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.Berlaku adillah karena adil lebih dekat dengan takwa.”

3. Kehendak Bebas (Free Will)

Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.

Kecenderungan manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya melalui zakat, infak dan sedekah.

4. Tanggung jawab (Responsibility)

Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk 
memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakanya secara logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggung  jawab atas semua yang dilakukannya.

5. Kebenaran, kebajikan dan kejujuran

Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.

E. Perspektif Ajaran Islam dan Perspektif Ajaran Non Islam
Kedua perspektif tersebut akan menyoroti 3 system pendekatan, yaitu :

1. System etika teologi.

Teori teologi berdasar ikatan pengambilan keputusan moral dengan pengukuran hasil atau konsekuensi suatu perbuatan. Teori teologi ini akan membahas diantaranya teori yang dikembangkan oleh Jeremi Bethan (w.1832) dan John Stuart Mill(w.1873) bahwa 
etika teologi mendasarkan pada konsep utility yang kemudian disebut utilitarianism, dan teori keadilan distribusi atau keadilan yang berdasarkan pada konsep fairness yang di kembangkan oleh John Rawis.

2. System etika deontology.

Yaitu menentukan etika dari suatu perbuatan berdasarkan aturan atau prinsip yang mengatur proses pengambilan keputusan. Bahasanya antara lain yang dikembangkan oleh Immanuel Kant, dan teori virtue.

3. Teori hybrid

Merupakan kombinasi atau sesuatu yang berlainan dari teori teologi dan deontology. Bahasan akan difokuskan antara lain teori kebebasan individuyang dikembangkan oleh Robert Nozick, etika egoism dan etika egoism baru, teori relativisme, teori hak dan teori eksistensi.

F. Perspektif Dari Ajaran Islam

1. Etika bisnis merupakan seperangkat nilai tentang baik, buruk, benar dan salah dalam dunia bisnis berdasarkan pada prinsip moralitas, ada beberapa hal yang dapat dikemukakan yaitu:
  • Menanamkan kesadaran akan adanya dimensi etis dalam bisnis.
  • Memperkenalkan argumentasi moral dibidang ekonomi dan bisnis serta cara penyusunannya.
  • Membantu untuk menentukan sikap moral yang tepat dalam menjalankan profesi.
2. Etika bisnis merupakan hal yang vital dalam perjalanan sebuah aktivitas bisnis professional. Sebagaimana diungkapkan oleh Dr. syahata, bahwa etika bisnis mempunyai fungsi substansial membekali para pelaku bisnis beberapa hal sebagai berikut:
  • Membangun kode etik aslam yang mengatur, mengembangkan dan menancapkan metode berbisnis dalam kerangka ajaran agama.
  • Kode etik islam dapat menjadi dasar hokum dalam menetapkan tanggung jawab 
  • pelaku bisnis, terutama bagi diri meraka sendiri, antara komunitas bisnis, masyarakat , dan di atas segalanya adalah tanggung jawab dihadapan Allah.
  • Kode etik diperspsi sebagai dokumen hokum yang dapat mnyelesaikan persoalan yang munculdari pada harus diserahkan kepada pihak peradilan.
  • d. Kode etik dapat memberi kontribusi dalam penyelesaian banyak persoalan yang terjadi antara sesame pelaku bisnis.
  • Kode etik dapat membantu mengembangkan kurikulum pendidikan, pelatihan dan seminar yang di perlukan bagi pelaku bisnis yang menggabungkan nilai-nilai moral dan perilaku baik dengan prinsip bisnis kontemporer.
  • Kode etik ini dapat mempresentasikan bentuk aturan islam yang konkret dan bersifat cultural sehiongga dapat mendeskripsikan konfrehensif dan orisinalitas ajaran islam yang dapat diterapkan disetiap zaman dan tempat.
3. Dasar Falsafah Etika dalam Islam
Etika bersama dengan agama berkaitan eret dengan manusia tentang upaya pengaturan kehidupan dan perilakunya. Islam meletakan “ teks suci” sebagai dasar kebenaran, sedangkan fisafat barat meletakan “akal” sebagai dasar. Substansi engan kemaha 
kuasaan tuhan tanggung jawab manusia. Dan (3) keadilan tuhan dan realitas kadilannya di hari kemudian. Berbagai teori etika barat dapat dilihat dari susut pandang islam sebagai berikut:
  • Teologi utilitarian dalam islam :”hak individu dan kelompok penting” dan “ tanggungjawab adalh perseorangan.
  • Distributive justice dalam islam:” hak orang miskin berada pada harta orang kaya.
  • Deontology dalam isslam :” niat baik tidak dapat mengubah yang “haram” jadi “halal”.
  • Enternal law dalam islam :” allah mewajibkan manusia untuk mempelajari wahyu dan ciptannya.
4. Etika Skriptual 
Etika skriptual dapat diartika sebagai sebuah etika yang berangkat dari interprestasi yang melibatkan aktivitas intelektual yang serius dan sungguh-sungguh terhadap nash al-quran dan sunnah nabi sabagai etika utama. Al quran dipandang mencakup tiga hal utama, yaitu hakikat benar dan salah, keadilan dan kekuasaan tuhan dan kebebasan dan tanggungjawab. Sumber :
  • Al quran dan topic analisis. Teks dan interpretasinya, kebaikan dan kebenaran, keadilan tuhan dan tanggung jawab.
  • Bukti-bukti dan tradisi hadis nabi : kekuasaan tuhan, kemampuan manusia, kebaikan ada di dalam hati, rukun iman, inti keadilan dan tanggung jawab moral
5. Teori etika teologis
Rasionalisasi etika, dasar-dasar deontology dari benar dan salah : (a) kapasitas manusia dan tanggung jawabnya, (b) kebijaksaan tuhan dan kedilan. Etika kebebasan, ketentuan tuhan sebagai dasar benar dan salah: (a) capacity dan acquisition, (b) keadilan dan 
ketidakadilan yang diterapkan tuhan. Persoalan teologi, memunculkan berbagai aliran pemikiran dalam islam, antara lain :
  • Mu’tazilah berhadapan asy ariah , meliputi sumber pengetahuan =akal pikiran
  • Sumb hukum = akal, wahyu dan agama, syariat baik/buruk= akal dan syariat.
  • Jabariah terhadap qadariah.
6. Rasionalisme (mu’tazilah)
Benar / salah terbatas a hukum etika berkaitan dengan: pujian/ cercaan, pahala/siksa. Manusia diberi akal jadi harus berfikir untuk menentukan perbuatan. Perbuatan dan tanggung jawab bergantung pada pengetahuan . akal menopang kehidupan etika secara 
keseluruhan . benar/.salah diketahui lewat pengetahuan atau akal.

7. Semi rasionalis-asyriah
  • Dasar pnentuan benar/salah :a. benar =apa yang dikehendaki dan di perintah Allah, salah = apa yang dilarang allah,b. perbuatan itu di ciptakan tuhan dan manusia, c. wahyu yang menentukan segala hal yang menjadi kewajibansecara moral dan agama, d.peran wahyu adlah mengonfirmasikan apa yang telah di temukan oleh akal.
  • Tanggungjawab manusia a. sebatas/sesuai dengan perbuatan yang berasal dari kekuasaan yang diciptakan saja.
  • Keadilan Tuhan : apapun yang dilakukan / dikehendaki Tuhan itu adil.
8. Etika filsafat
Latar belakang pendapat mayoritas ahli-ahli islam: tidak ada mazhab etika dalam pemikiran islam karena dalam pemikiran islam karena sudah ada Al quran dan Hadist. Prinsi utama :
  • Berpihak pada teori etika yang bersifat universal dan fitri.
  • Moralitas dalam islam didasarkan pada keadilan menempatkan segala sesuatu pda tempatnya.
  •  Tidak etis akan menghasilkan kebahagiaan termai dunia dan fisik.
  • Tindakan etis bersifat rasional.
9. Etika keagamaan 
Ciri-cirinya adalah :
  • Berakar pada Al quran dan Hadis.
  • Cenderung melepas kepelikan metodologi langsung mengungkapkan moralitas islam secara langsung.
  • Kebaikan/perilaku yang baik menurut : Al Dunya, miskawaih, hasan al basin, mawardi.
10. Teori keadilan distribusi islam
Para pengamat mengatakan bahwa, tujuan distribusin dalam islam adalah persamaan dalam distribusi. Dalam pandangan munawar iqbal, bahwa yang di maksud dengan distribusi justice dalam islam adalah distribusi yang menjamin 3 hal berikut:
  • Jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar bagi semua.
  • Objektivitas atau kedilan tetapi bukan persamaan dalam pendapatan individu
  • Pembatasan ketidak merataan ekstrem dalam pendapatan dan kekayaan individu

G. Perspektif Dari Ajaran Barat

1. Teori Keadilan Distribusi

Inti dari teori inibahwa “perbuatan disebut etis apabila menjunjung keadilan distribusi barang dan jasa” yang berdasarkan pada konsep “fairness”. Konsep yang dikemukakan oleh john rawls, filsuf kontemporer dari harfard, memiliki nilai dasar keadilan. Suatu perbuatan dikatakan etis bila berakibat pemerataan / kesamaan kesejahteraan dan 
beban.

2. Teori utilitarianisme

Teori ini mengarahkan kita dalam pengambilan keputusan etika dengan pertimbangan manfaat terbesar bagi banyak pihak sebagai hasil akhirnya semakin bermanfaat pada banyak orang, perbuatan itu semakin etis. Benthan menciptakan prosedur 
mekanis untuk memperkirakan status moral dari suatu perbuatan, metodenya disebut felific calculus. Dan kemudian S.Mill melakukan Revisi dan mengembangkan lebih lanjut konsep ini sehingga menjadi bagian penting dari konsep liberal dalam tujuan kebijakan Negara.

3. Konsep Deontologi

Deontologi berasal dari kata deon yang berarti tugas atau kewwajiban. Apabila sesuatu dilakukan berdasarkan kewajiban, maka ia melepaskan sama sekali moralitas dari konsekuensi perbuatannya.tokoh pengembang konsep ini adalah imanuel kant.

4. Teori keutamaan (virtue ethics)

Dasar teori ini adalah tidak menyoroti perbuatan manusia semata, namun seluruh manusia sebagai pelaku moral.pendekatan ini menggunakan dasar pemikiran aristoteles tentang kebijakan/kesalehan, dimana manusia sebagai makhluk politik tak dapat lepas dari polis/komunitasnnya.

5. Teori hukum abadi(Eternal Law)

Dasar dari teori ini adalah bahwa perbuatan etis harus didasarkan ajaran kitab suci dan alam, namun permasalahan timbul karena kemudian agama menganjurkan meninggalkan keduniawian dengan meditasi untuk menjadi orang yang sempurna.

6. Teori personal libertarianisme

Teori ini bersifat deontology karena melindungi hak kebebasan individu, namun bersifat teleology pula, karena juga melihat hasil, yaitu apakah kebebasan telah dibatasi atau tidak. Teori ini dikembangkn oleh Robert Nozick, dimana perbuatan etika diukur 
bukan dengan keadilan distribusi kekayaan namun dengan kedilan/kesamaan kesempatan bagi semua terhadap pilihan-pilihan yang ada untuk kemakmuran mereka. Teori ini percaya bahwa moralitas akabn tumbuh subur dari maksimalisasi kebebasan 
individu.

7. Teori Ethical Egoisme

Dalam teori ini maksimalisasi kepentingan individu dilakukan sesuai keinginan individu yang bersangkutan. Kepentingan bukan harus barang/kekayaan, bisa pula ketenaran, keluarga bahagia, pekerjaan yang baik atau apapun yang dianggap penting oleh pengambil keputusan.

8. Teori Existentialisme

Tokoh yang mengembangkan pahan ini adlah jean-paul Sartre. Menurutnya standar perilaku tidak dapat dirasionalisasikan . menurut interpretasinya eksistensi mendahului esensi.Awainya manusia dahulu yang ada kemudian baru ia menentukan siapa ia atau esensi dirinya. Setiap orang adalah makhluk bebas. Pertanggung jawaban moral berada pada setiap individu dengan caranya sendiri-sendiri.

9. Teori Relativisme 

Teori ini berpendapat bahwa etika itu bersifat relative. Jawaban etika tergantung dari situasinya. Dasar pemikiran ini adalah bahwa tidak ada criteria universal untuk menentukan perbuatan etis.setiap individu menggunakan kriterianya masing￾masingdan berbeda setiap budaya atu Negara.

10. Teori hak (right)

Teori ini cenderung paling banyak digunakan dan popular untukmmasa modern. Nilai dasar yang dianut adalah liberty (kebebasan). Perbuatan etis harus berdasarkan hak individu terhadap memilih. Setiap individu memliki hak moral yang tidak dapat ditawar.

D A F T A R P U S T A K A

Ruky, Achmad S. 2000, Menjadi Manajer Internasional, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama.
Yahya Wijaya, Nina Mariani Noor, 2013, Etika Ekonomi dan Bisnis Prespektif Agama-Agama 
di Indonesia, Geneva: Globethict.net Focus 16.

Penyelesaian sengketa bisnis arbitrase - Model penyelsaian sengketa dan macam-macam arbitrase




Mengamati kegiatan bisnis yang jumlah transaksinya ratusan setiap hari, tidak mungkin dihindari terjadinya sengketa (dispute/difference) antar pihak yang terlibat. Setiap jenis sengketa yang terjadi selalu menuntut pemecahan dan penyelesaian yang cepat. Makin banyak dan luas kegiatan perdagangan, frekuensi terjadi sengketa semakin tinggi. Ini berarti makin banyak sengketa yang harus diselesaikan.

Membiarkan sengketa dagang terlambat diselesaikan akan mengakibatkan perkembanga pembangunan tidak efisien, produktivitas menurun, dunia bisnis mengalami kemandulan dan biaya produksi meningkat. Konsumen adalah pihak yang paling dirugikan, disamping itu peningkatan kesejahtraan dan kemajuan social kaum pekerja juga terhambat.
Kalaupun akhirnya hubungan bisnis ternyata menimbulkan sengketa diantara pihak yang terlibat, peranan penasihat hukum dalam menyelesaikan masalah / sengketa itu dihadapkan pada alternatif penyelesaian yang dirasakan paling menguntungkan kepentingan kliennya.

Sehubung dengan itu perlu dicari dan dipikirkan cara dan system penyelesaian sengketa yang cepat, efektif dan efisien. Untuk itu harus dibina dan diwujudkan suatu system penyelesaian sengketa yang dapat menyesuaikan diri dengan laju perkembangan perekonomian dan perdagangan dimasa yang akan datang. Dalam menghadapi liberalisasi perdagangan harus ada lembaga yang dapat diterima dunia bisnis dan memiliki kemampuan system menyelesaikan sengketa dengan cepat dan biaya murah (Quick and lower in time and money to the parties).

Pengertian Penyelesaian Sengketa Bisnis

Beberapa ahli telah mendefinisikan APS, sebagai contoh Staanford M. Altschul berpendapat bahwa APS itu adalah:
"A trial of a case before a private tribunal agreed to by the parties so as to save legal coast, avoid publicity, and avoid lengthy trial delays".
Sedangkan Phillip D. Bostwick berpendapat bahwa Aps adalah sebagai berikut: Aset of practices and legal techniques that aim :
  1. To permit legal disputes to resolved outside the courts for the benefit of all disputants.
  2. To reduce the cost of conventional litigation and the delay to which it is ordinary subjected.
  3. To prevent legal disputes that would otherwise likely to be brought to the courts.
Black’s law dictionary mendefinisikan APS sebagai a procedure for settling a dispute by means other than litigation, such as arbitration or mediation. Definisi APS dalam Black’s Law Dictionary memiliki defeinisi yang berbeda dengan definisi APS yang diatur dalam UU No 30 Tahun 1999. Dimana pasal 1 angka 10 UU No 30 tahun 1999, mendefinisikan APS sebagai lembaga penyelsaian sengkta atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan cara konsultasu, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli.

Dapat dilihat bahwa Black’s Law Dictionary memasukan arbitrase kedalam APS, sedangkan UU No 30 Tahun 1999 membedakan arbitrase dengan APS. Istilah APS ini dalam Bahasa inggris disebut Alternative Dispute Resolution, sedangkan pengguna istilah APS dalam forum ICC dikenal dengan Amicable Dispute Resolution.

Dalam perancangan UU N0 30 tahun 1999, Prof Mr. Mr. Dr. Sudargo Gautama menyatakan bahwa terdapat 2 (dua) aliran dalam APS, yaitu aliran yang menyatakan bahwa arbitrase terpisah dari APS dan aliran yang menyatakan bahwa arbitrase termasuk dalam APS. Namun demikian, pada saat disahkan dan diungkapkannya UU No. 30 Tahun 1999, arbitrase dipisahkan dari APS.

Berdasarkan definisi diatas yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan bahwa APS adalah pranata penyelesaian sengketa diluar pengadilan berdasarkan kesepakatan para pihak dengan mengesampingkan penyelesaian sengketa melalui proses litigasi dipengadilan.

Model – Model Alternatif Penyelesaian Sengketa

1.Negosiasi

Negosiasi adalah fact of life atau keseharian. Setiap orang melakukan negosiasi dalam kehidupan sehari – hari seperti mitra dagang, kuasa hukum salah satu pihak yang bersengketa. Negosiasi adalah basic of means untuk mendapatkan apa yang diinginkan dari orang lain.

Negosiasi merupakan komunikasi 2 arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belak pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama mampu maupun yang berbeda. Negosiasi merupakan sarana bagi pihak – pihak yang mengalami sengketa untuk mendiskusikan penyelsaiannya tanpa keterlibatan pihak ketiga penengah, yang tidak berwenang mengambil keputusan (mediasi), maupun pihak ketiga mengambil keputusan (arbitrase dan litigasi).

2.Mediasi

Dalam kepustakaan, setidaknya dapat ditemukan 10 definisi tentang mediasi yang dirumuskan para penulis, Nolan Haley dan Kovach merumuskan definisi mediasi. Nolan Haley mengemukakan definisi: “a short structured task oriented, participatory invention process. Disputing parties work with a neutral third party, the mediator, to reach a mutually acceptable agreement”. Sedangkan Kovach mendefinisikan sebagai berikut: “Facilitated negotiation. It pricess by which a neutral third party, the mediator, assist disputing parties in reaching a mutually satisfaction solution”.

3.Konsiliasi

Hal yang menarik mengenai konsiliasi adalah konsiliasi pada dasarnya hampir sama dengan mediasi, mengingat terdapat keterlibatan pihak ke-3 yang netral (yang tidak memihak) yang diharapkan dapat membantu para pihak dalam upaya penyelesaian sengketa mereka, yaitu konsiliator. Namun demikian, Anda perlu perhatikan bahwa konsiliator pada umumnya memiliki kewenangan yang lebih besar daripada mediator, mengingat ia dapat mendorong atau “memaksa” para pihak untuk lebih kooperatif dalam penyelesaian sengketa mereka. Konsiliator pada umum dapat menawarkan alternatif-alternatif penyelesaian yang digunakan sebagai bahan pertimbangan oleh para pihak untuk memutuskan. Jadi, hasil konsiliasi, meskipun merupakan kesepakatan para pihak, adalah sering datang dari si konsiliator dengan cara “mengintervensi”. Dalam kaitan itu, konsiliasi dalam banyak hal mirip dengan mediasi otoritatif di mana mediator juga lebih banyak mengarahkan para pihak.

Macam – Macam Arbitrase

Hal – hal yang akan dibicarakan pada bagian ini menyangkut masalah lembaga arbitrase. Tinjauan terhadap jenis lembaga arbitrase dilakukan melalui pendekatan ketentuan perundang – undangan dan aturan yang terdapat dalam Rv dan Undang – Undang Nomor 30 tahun 1999. Yang dimaksud dengan arbitrase ialah macam – macam arbitrase yang diakui eksistensi dan kewenangannya untuk memeriksadan memutus perselisihan yang terjadi antara para pihak yang mengadakan perjanjian. Sedangkan jenis arbitrase sendiri itu terbagi menjadi dua, yaitu: arbitrase ad-hoc dan arbitrase institusional.

1. Arbitrase ad-Hoc

Jenis arbitrase ad-hoc disebut juga sebagai arbitrase volunter. Ketentuan dalam reglement rechtvordering mengenal lembaga arbitrase ad-hoc. Pengertian arbitrase ad-hoc ialah arbitrase yang dibentuk khusus untuk menyelesaikan atau memutus perselisihan tertentu, atau dengan kata lain, arbitrase ad-hoc bersifat insidentil.

Dalam Undang – Undang Nomor 30 tahun 1999, pengertian arbitrase ad-hoc diadakan dalam hal terdapat kesepakatan para pihak, dengan mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri untuk menunjuk seorang arbiter atau lebih dalam rangka penyelesaian sengketa para pihak. Akan tetapi, hal ini bukan sebagai syarat mutlak mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri untuk pra pihak dalam menentukan sendiri arbiter dalam menyelesaikan sengketa.

Pada prinsipnya, arbitrase ad-hoc tidak terikat dan terikat dengan salah satu badan arbitrase. Para arbiternya ditentukan sendiri dengan kesepakatan para pihak. Oleh karena arbitrase ad-hoc tidak terikat dengan salah satu badan arbitrase, dapat dikatakan jenis arbitrase tidak memiliki aturan cara tersendiri mengenai tata cara pemeriksaan sengketa. Dalam Undang – Undang Nomor 30 Tahun 1999, untuk dapat ditunjuk sebagai arbiter terdapat syarat ditunjuk atau diangkatnya arbiter, antara lain:

  • Cakap melakukan tindakan hukum.
  • Berumur paling rendah 35 tahun.
  • Tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat kedua dengan salah satu pihak bersengketa.
  • Tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lainnya atas putusan arbitrase; dan
  • Memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif bidang pekerjaan paling sedikit selama 15 tahun.

Dapat dikatakan penunjukan arbiter oleh pihak dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase ad-hoc, arbiter yang ditunjuk harus memenuhi persyaratan penunjukan dan pengadaan arbiter. Menjadi pertanyaan penting disini, dimana para pihak atau pengadilan menunjuk arbiter – arbiter yang dengan persyaratan cukup tersebut? Apakah lembaga arbitrase institusional atau lembaga penyedia jasa arbiter lainnya? Hal ini yang belum diatur dalam Undang – Undang Nomor 30 Tahun 1999.

2. Arbitrase Institusional

Arbitrase Institusional (institutional arbitration) merupakan lembaga atau badan arbitrase yang bersifat “permanen”, karena sifatnya yang permanen tersebut, maka disebut “permanent arbitral body”. Arbitrase institusional sengaja didirikan pembentukannya ditujukan untuk menangani sengketa yang mungkin timbul bagi mereka yang mengkehendaki penyelesaian diluar pengadilan. Arbitrase ini merupakan wadah yang sengaja didirikan untuk menampung perselisihan yang timbul dari perjanjian.

Pihak – pihak yang ingin penyelesaian perselisihan mereka dilakukan oleh arbitrase, dapat memperjanjikan akan diputus oleh arbitrase institusional yang bersangkutan.

Arbitrase institusional ini tetap berdiri untuk selamanya, dan tidak bubar, meskipun perrselisihan yang ditangani telah selesai diputus. Sebaliknya, arbitrase ad-hoc akan bubar dan berakhir keberadaannya setelah sengketa yang ditangani selesai diputus. Selain daripada hal-hal yang diutarakan, kesengajaan mendirikan arbitrase institusional sebagai badan yang bersifat permanen, sekaligus disusun organisasinya serta ketentuan – ketentuan tentang tata cara pengangkatan arbiter maupun tata cara pemeriksaan persengketaan.
a. Arbitrase Institusional (Nasional) 
Seperti yang sudah dijelaskan, arbitrase institusional merupakan badan (body) atau lembaga (institusional) yang sengaja didirikan sebagai wadah permanen. Jika kesengajaan pendiriannya hanya untuk kepentingan suatu bangsa atau negara, arbitrase institusional tersebut dinamakan bersifat nasional. 
Ruang lingkup keberadaan dan yurisdikasinya hanya meliputi kawasan negara yang bersangkutan, semisal arbitrase institusional Badan Arbitrase yang berwawasan Nasional Indonesia. Ruang lingkup keberadaan dan yurisdikasinya hanya meliputi kawasan wilayah Indonesia. Meskipun BANI bersifat nasional, bukan berarti ia hanya berfungsi menyelesaikan sengketa – sengketa yang berkadar nasional, tetapi dapat juga menyelesaikan sengketa – sengketa yang berbobot institusinal, asal hal itu diminta dan disepakati oleh para pihak. 
b. Arbitrase  Institusional (Internasional) 
Disamping jenis arbitrase institusional yang bersifat nasional ada juga arbitrase institusional yang berwawasan internasional, bahkan badan – badan arbitrase internasional yang ada sudah lama didirikan, antara lain, Court of Arbitration of International Chamber of Commerce yang disingkat (ICC). The International Center for Settlement of Investment Disputes, (ICSID).
Kelebihan, Kekurangan dan Eksekusi putusan arbitrase.

1. Kelebihan Arbitrase
  • Sifat kesukarelaan dalam proses
Para pihak percaya bahwa ADR memberikan jalan keluar yang potensial untuk menyelesaikan masalah dengan lebih baik dari pada melakukannya dengan prosedur litigasi dan prosedur lainnya, yang melibatkan para pembuat keputusan dari pihak ketiga. Secara umum tidak seorangpun dipaksa untuk menggunakan prosedur ADR.
  • Prosedur yang cepat
Karena prosedur ADR bersifat kurang formal, maka pihak – pihak terlibat mampu untuk menegosiasikan syarat – syarat penggunannya. Hal ini mencegah penundaan dan mempercepat proses penyelesaiannya.
  • Keputusan non-judicial
Wewenang untuk membuat keputusan dipertahankan oleh pihak – pihak yang terlibat dari pada didelegasikan kepada pembuat keputusan dari pihak ketiga. Hal ini berarti bahwa pihak – pihak terlibat mempunyai lebih banyak kontrol dan dapat meramalkan hasil hasil sengketa.
  • Kontrol tentang kebutuhan organisasi
Prosedur ADR menempatkan keputusan ditangan orang yang mempunyai posisi baik untuk menafsirkan tujuan – tujuan jangka panjang dan jangka pendek dari organisasi yang terlibat, dan dampak – dampak positif dan negatif dari setiap pilihan penyelesaian masalah tertentu.
  • Prosedur rahasia
Prosedur ADR memberikan jaminan kerahasiaan bagi para pihak sama besar. Pihak – pihak menjajaki pilihan – pilihan sengketa yang potensial dan tetap melindungi hak – hak mereka untuk mempresentasikan data untuk menyerang balik mereka.
  • Hemat waktu
Dengan kelambatan yang cukup berarti dalam menunggu kepastian tanggal persidangan, prosedur ADR menawarkan kesempatan kesempatan yang lebih untuk menyelesaikan sengketa tanpa harus menghabiskan waktu bertahun – tahun untuk melakukan litigasi. Dalam banyak hal, dimana waktu adalah uang dan dimana penundaan penyelesaian masalah memakan biaya yang sangat mahal, penyelesaian sengketa yang dikembangkan melalui pengguna prosedur ADR mungkin merupakan alternatif penyelesaian masalah waktu yang tepat.
  • Hemat biaya 
Biaya ditentukan oleh kegunaan dan besarnya waktu yang dipakai, dan pihak ketiga yang netral rata – rata memasang tariff yang lebih rendah untuk mengganti waktu mereka habiskan daripada membayar para pengacara hukum.
  • Pemeliharaan hubungan
Cara penyelesaian menghasilakan kesepakatan – kesepakatan yang dinegosiasikan yang memperhatikan kebutuhan – kebutuhan pihak – pihak terlibat. Lebih jauh mampu untuk mempertahankan hubungan – hubungan kerja yang sekarang sedang berjalan maupun untuk waktu mendatang dari pada menang/kalah seperti misalnya litigasi.
  • Tinggi kemungkinan kesepakatan dilaksanakan
Para pihak yang telah mencapai kesepakatan pada umumnya cenderung untuk mengikuti dan memenuhi syarat – syarat kesepakatan, dan ketika sebuah kesepakatan telah ditentukan oleh pengambilan keputusan pihak ketiga. Faktor ini membantu para peserta dalam prosedur ADR untuk menghindari litigasi yang tidak efektif.
2. Kekurangan Arbitrase
Penyelesaian sengketa bisnis yang direkam dalam penelitian menunjukan bahwa jalan pengadilan dianggap kurang menguntungkan bagi pelaku bisnis maupun konsumen perorangan. Selain mahal, prosesnya panjang dan berbelit belit, kepercayaan pelaku bisnis dan masyarakat akan kenetralan pengadilan juga tidak mendukung dipilihnya pengadilan. 
Arbitrase kurang dikenal dan dipahami oleh kalangan bisnis maupun masyarakat luas. Klausul arbitrase dalam perjanjian dagang, kerja sama, sering mencantumkan kemungkinan pengajuan sengketa kedalam pengadilan, jika arbitrase tidak berhasil. Padahal sifat putusannya sudah final. Adakalanya, pelaku bisnis membawa kasus sengketanya kepengadilan, walaupun dalam kerja tercantum klausul arbitrase.
3. Eksekusi Putusan Arbitrase
a. Eksekusi Putusan Arbitrase Nasional 
Pelaksanaan putusan dilakukan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal putusan diucapkan, lembar asli atau Salinan otentik putusan arbitrase diserahkan dan didaftarkan oleh arbitrase atau kuasanya kepada panitera pengadilan negeri dan oleh panitera diberikan catatan yang merupakan akta pendaftaran. 
Arbiter atau kuasanya wajib menyerahkan putusan lembar asli pengangkatan sebagai arbiter atau Salinan otentiknya kepada panitera pengadilan negeri. Hal ini merupakan syarat, jika tidak terpenuhi, berakibat putusan arbitrase tidak dapat dilaksanakan. Dalam Undang – Undang No 30 Tahun 1999, putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap danmengikat para pihak. Keputusan bersifat final dari arbitrase berarti putusan arbitrase merupakan keputusan final dank arena itu, putusannya tidak dapat diajukan banding, kasasi atau peninjauan kembali. 
Ketua pengadilan negeri dalam memberikan perintah pelaksanaan, perlu memeriksa dahulu apakah putusan arbitrase telah memenuhi kriteria:
  • Para pihak menyetujui bahwa sengketa diantara mereka akan diselesaikan melalui arbitrase.
  • Persetujuan untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dimuat dalam dokumen yang ditandatangani oleh para pihak.
  • Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa dibidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang undangan serta 
  • Sengketa yang tidak bertentangan kesusilaan dan ketertiban umum.
Putusan arbitrase dibubuhi perintah oleh ketua pengadilan negeri, dan dilaksanakan sesuai ketentuan pelaksanaan putusan dalam perkara perdata yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Pelaksanaan putusan diucapkan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah pemeriksaan ditutup.
b. Eksekusi Putusan Arbitrase Internasional 
  • Reglement of de Rechtvordering
Seperti sudah dijelaskan berdasarkan Keppres No 34 Tahun 1981 tanggal 5 Agustus 1981, pemerintah Indonesia telah mensahkan Konvensi New York 1958, yakni “Convention on the Recognitionand Enforcement of Foreign Arbitral Awrad”. Ini berarti secara yuridis, peradilan Indonesia mengakui keputusan arbitrase asing (yang diputus diluar negeri) serta bersedia menjalankan eksekusinya di wilayah hukum Republik Indonesia. 
Untuk mengatasi hambatan serta untuk merealisasi Keppres No 34 Tahun 1981, Mahkama Agung telah mengeluarkan Perma No 1 Tahun 1990, tanggal 1 maret 1990. Perma ini mengatur tentang ketentuan – ketentuan tata cara eksekusi putusan arbitrasi asing. Karena selama ini, sejak berlakunya keppres yang mensahkan Konvensi New York 1958, terdapat “kekosongan” acara yang menyangkut tata cara eksekusi putusan arbitrase asing. Sudah banyak kasus pengajuan permintaan eksekusi putusan arbitrase asing, namun permintaan tersebut selalu kandas atas alasan putusan arbitrase asing tidak dapat dieksekusi oleh pengadilan Indonesia, karena belom ada peraturan hukum acaranya. 
Sikap yang menyatakan eksekusi putusan arbitrase asing tidak dapat diterima, telah menndatangkan kritik dari berbagai kalangan, terutama dari masyarakat dunia luar. Barangkali hal inilah yang memotivasi Mahkama Agung untuk segera mengatasi kesenjangan tersebut untuk melahirkan Perma No 1 tahun 1990. Maka dengan lahirnya Perma dimaksud, sudah terisi kekosongan hukum. Dengan demikian, dapat diharapkan kepercayaan interdependensi dalam dunia dagang dan penanaman modal asing diharapkan semakin tumbuh kearah yang saling hormat menghormati serta saling menguntungkan. 
Ada beberapa asas yang dijadikan landasan (fundamentum) dalam menjalankan eksekusi putusan arbitrase asing. Pada dasarnya, asas – asas dimaksud, sejajar dengan asas yang tercantum dalam Konvensi New York 1958. (1)Asas Nasionalitas, Menurut asas ini, untuk menentukan dan menilai apakah suatu putusan arbitrase dapat dikualifikasikan putusan arbitrase asing, harus diuji menurut ketentuan hukum RI. Hanya sangat disayangkan, penjelasan lebih lanjut tentang asas nasionalitas tersebut belum bisa diperoleh dalam perma. (2)Asas Resiprositas, Asas resiprositas tidak semua putusan arbitrase asing dapat diakui (recognize) dan eksekusi (enforcement). Putusan arbitrase asing yang diakui dan yang dapat dieksekusi hanya terbatas pada putusan yang diambil dinegara asing: Yang mempunyai ikatan dengan RI, yakni ikatan “bilateral” dan Yang terikat bersama dengan RI dalam suatu konvensi Internasional (peserta ratifikasi suatu konvensi internasional).
  • Undang – Undang Nomor 30 Tahun 1999
Yang berwenang menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrasae internasional adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Putusan arbitrasae dapat diakui serta dapat dilaksanakan diwilayah hukum Republik Indonesia, dengan syarat sebagai berikut: 
  1. Putusan arbitrase internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis di suatu negara yang dengan negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral, mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional.
  2. Putusan arbitrase internasional, terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum dagang.
  3. Putusan arbitrase internasional tersebut tidak bertentangan dengan ketertiban umum.
  4. Apabila putusan arbitrase internasional yang menyangkut negara Republik Indonesia sebagai salah satu pihak dalam sengket, hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh eksekuatur dari Mahkama Agung Republik Indonesia, yang selanjutnya dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan terhadap putusan Mahkama Agung ini tidak dapat diajukan upaya perlawanan.
Jika dalam putusan arbitrase internasional terhadap pihak yang mengakui dan melaksanakan putusan arbitrase internasional, atas putusan ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak dapat diajukan upaya banding atau kasasi. Sebaliknya, jika terhadap pihak yang menolak untuk mengakui dan melaksanakan suatu putusan arbitrase internasional, dapat diajukan upaya kasasi

Bentuk-bentuk perusahaan dalam Islam- materi perkuliahan hukum bisnis

Perusahaan merupakan sebuah bentuk kerja sama antara dua orang atau lebih di dalam bidang usaha bisnis untuk mencapai tujuan (keuntungan). Dalam islam, cara untuk mengembangkan harta yaitu salah satunya dengan cara berbisnis, dan harus dilakukan dengan aturan-aturan yang baik dan benar. Bagi seorang muslim aturan yang baik dan benar itu haruslah berdasarkan dengan syariat yang telah ditetapkan.


A. Bentuk-bentuk Perusahaan Islam

1. Perseroan Mudharabah
Mudharabah bagi pemerhati ekonomi Islam tentu tidak asing lagi. Yaitu sebuah bentuk kerjasama (syirkah) antara dua pihak dimana salah satu pihak berstatus sebagai pengelola (mudharib) dan yang lainnya berstatus sebagai pemodal (shahibul maal) dimana mereka bersepakat dalam hal bisnis dan pembagian keuntungan, sedangkan kerugian hanya dibebankan pada pemilik modal saja dan tidak pada pengelola. Apabila digambarkan dengan skema sebagai berikut:
Gambar 1. Mudharabah bentuk 1

Dengan kata lain, mudharabah adalah meleburnya badan (tenaga) di satu pihak, dengan harta dari pihak lain. Sehingga yang satu bekerja, sedangkan yang lain harta, kemudian kedua belah pihak sepakat mengenai prosentase tertentu dari hasil keuntungan yang diperoleh, semisal 33,3% dari laba atau 50% dari hasil keuntungan.

Syaikh Taqyuddin an-Nabhani dalam bukunya Nizhomul Iqtishod fil Islam menjelaskan bahwa perseroan mudharabah dapat pula berbentuk sebagaimana gambar berikut:
Gambar 2. Mudharabah bentuk 2

Bentuk mudharabah sebagaimana gambar diatas menjelaskan bahwa disebut juga mudharabah, apabila terdapat 3 orang (atau lebih) yang berakad dimana 2 orang (atau lebih) berstatus sebagai pemodal saja dengan masing-masing modalnya dan 1 orang lainnya (atau lebih) sebagai pengelola saja. Dimana pembagihasilan keuntungan berdasarkan kesepakatan dan kerugian yang hanya ditanggung oleh pemodal saja.
Mudharabah dengan bentuk lainnya adalah sebagaimana gambar berikut:
Gambar 3 Mudharabah bentuk 3

Bentuk mudharabah sebagaimana gambar diatas juga menjelaskan bahwa disebut mudharabah apabila 2 orang (atau lebih) yang berakad dimana 1 orang (atau lebih) bertatus sebagai pemodal dan satu orang lainnya bertatus sebagai pengelola dan pemodal sekaligus.

Ilustrasinya untuk mudharabah ini sebagai berikut:
Terdiri dari 2 orang yaitu A dan B membentuk kerjasama bisnis (syirkah) mudharabah, dimana A menyertakan modalnya sebesar Rp.1.000.000 dan B menyertakan modalnya sebesar Rp. 2.000.000. dan yang bertindak sebagai pengelola (yang menjalankan bisnis) adalah A. mereka bersepakat bagi hasil antara pengelola dan pemodal 60% : 40%. Bila keuntungan yang dihasilkan dari usaha bisnis mereka Rp.1000.000 maka bagian masing keduanya adalah:

Laba bersih: Rp. 1000.000
Total modal : 1 Juta + 2 Juta = 3.000.000
60% untuk pengelola : Rp.600.000
40% untuk pemodal : Rp.400.000
Maka bagian untuk A sebagai pengelola adalah Rp.600.000
Dan bagian untuk A sebagai pemodal adalah Rp.400.000 x 1 juta/3 juta = Rp.133.333
Maka total bagian untuk A sebagai pengelola dan pemodal adalah
Rp.600.000 + Rp.133.333 = Rp.733.333.

Sedangkan bagian untuk B adalah:
2 juta/3 juta x 400.000 = Rp.266.666. B hanya mendapat bagian sebesar Rp.266.666 dari total keuntungan bersih Rp.1000.000 sebab B hanya bertindak sebagai pemodal saja. Sedangkan A bertindak selain sebagai pemodal, ia juga bertindak sebagai pengelola. Sehingga ia mendapat 2 bagian.

Adapun musyarokah yang dalam dunia perbankan syariah dibedakan dengan mudharabah, sebenarnya sama saja dengan mudharabah, dan tidak ada bedanya. Hanya saja musyarokah adalah mudharabah dari bentuk yang terakhir, atau bentuk gambar 3 diatas.

Sebab musyarokah berasal dari kata syirkah yang berarti kerjasama bisnis. Jadi pada dasarnya semua bentuk perseroan dalam Islam dapat disebut sebagai musyarokah. Namun dalam dunia perbankan syariah, untuk membedakan antara bentuk mudharabah satu dengan bentuk mudharabah lainnya menggunakan kata mudharabah dan musyarokah. Apa penyebabnya bisa jadi bermacam-macam alasan, bisa jadi sebagai upaya untuk memudahkan masyarakat membedakan jenis-jenis pembiyaan syariah yang bersifat uncertainty contract, atau bisa jadi dunia perbankan syariah kurang memahami bahwa mudharabah memiliki bentuk lebih dari satu macam.

2.Perseroan Inan
Perusahaan (syirkah) Inan adalah bentuk kerjasama antara dua orang atau lebih dimana masing-masing pihak berstatus sebagai pengelola sekaligus pemodal. Disebut sebagai inan karena kedua belah pihak sama-sama terlibat mengelola harta mereka, sebagaimana dua penunggang kuda yang sama-sama mengendalikan kuda mereka dan sama-sama menariknya sehingga kedua tali kekang mereka serasi.
Gambar 4 Perseroan Inan

Ilustrasinya untuk perseroan Inan ini sebagai berikut:
Terdiri dari 2 orang yaitu A dan B membentuk kerjasama bisnis (syirkah) Inan, dimana A menyertakan modalnya sebesar Rp.1.000.000 dan B menyertakan modalnya sebesar Rp. 2.000.000. dan yang bertindak sebagai pengelola (yang menjalankan bisnis) adalah mereka berdua secara bersama-sama (A dan B). mereka bersepakat bagi hasil antara pengelola dan pemodal 60% : 40%. Bila keuntungan bersih yang dihasilkan dari usaha bisnis mereka Rp.1000.000 maka bagian masing keduanya adalah:

Laba bersih: Rp. 1000.000
Total modal : 1 Juta + 2 Juta = Rp.3.000.000
60% untuk pengelola : Rp.600.000
40% untuk pemodal : Rp.400.000.

Bagian untuk A:
Bagian untuk A sebagai pengelola adalah ½ x Rp.600.000 = Rp.300.000
Bagian untuk A sebagai pemodal adalah Rp.400.000 x 1 juta/3 juta = Rp.133.333
Maka total bagian untuk A sebagai pengelola dan pemodal adalah
Rp.300.000 + Rp.133.333 = Rp.433.333.

Bagian untuk B:
Bagian untuk B sebagai pengelola adalah ½ x Rp.600.000 = Rp.300.000
Bagian untuk B sebagai pemodal adalah Rp.400.000 x 2 juta/3 juta = Rp.266.666
Maka total bagian B sebagai pengelola dan pemodal adalah
Rp.300.000 + 266.666 = Rp. 566.666

Jadi pada intinya perbedaan antara perseroan mudharabah dengan perseroan Inan adalah, bahwa didalam perseroan Inan setiap perseronya adalah investor sekaligus pengelola (baik direktur maupun manajer). Tentu saja didalam perseroan mudharabah tidak demikian, sebab dalam perseroan mudharabah terdapat didalamnya salah pihak saja yang bertindak investor saja atau pengelola saja.

3. Perseroan Abdan
Bentuk perusahaan Abdan adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dimana masing-masing pihak berstatus sebagai pengelola, namun masing-masing pihak juga tidak menyertakan modal mereka secara materil. Sebab tenaga pengelolaan masing-masing pihak sudah dianggap sebagai modal dalam usaha, sebab baik tenaga dan keahlian dianggap memiliki sifat sebagaimana modal materi yang bisa darinya diperoleh penghasilan bila dikelola.
Gambar 5 Perseroan Abdan

Ilustrasinya untuk perseroan Inan ini sebagai berikut:
Terdiri dari 2 orang yaitu A dan B membentuk kerjasama bisnis (syirkah) Abdan, dimana A merupakan seorang dokter dan B adalah seorang apoteker. Mereka bersepakat bisnis dalam masalah pengobatan, yang keuntungannya dibagihasilkan 60% untuk dokter dan 40% untuk apoteker. Bila keuntungan hasilnya sebesar Rp.1.000.000 maka bagian masing-masing adalah:

Bagian A : 60% x Rp.1.000.000 = Rp.600.000
Bagian B : 40% x Rp.1.000.000 = Rp.400.000.

4. Perseroan Wujuh
Perbedaan bentuk perusahaan wujuh dengan yang lainnya adalah bahwa perusahaan wujuh dibentuk karena adanya kedudukan, nama baik dan kepercayaan masyarakat terhadap masing-masing pelaku bisnis tersebut. Syirkah wujuh sebenarnya menekankan kepercayaan berdasarkan kredibilitas, bukan berdasarkan kedudukan dan jabatan materil.

Atau dalam bentuk berikut :
Yaitu dua orang yang membeli secara tangguh atas barang, dengan ketentuan hak atas kepemilikan terhadap barang yang dibeli seperti fifty-fifty atau satu banding dua dan atau seterusnya. Kemudian barang tersebut dijual secara tunai sehingga menghasilkan laba. Maka laba yang dibagi diantara mereka berdasarkan porsi hak kepemilikan atas barang tersebut.

5. Perseroan Mufawadhah
Perusahaan mufawadhah adalah kerjasama 2 mitra bisnis sebagai gabungan dari semua bentuk-bentuk perusahaan (syirkah) Islam, yaitu gabungan antara mudharabah, inan, abdan dan wujuh.

Ilustrasinya untuk perseroan Mufawadhah ini sebagai berikut:
6 orang melakukan perserikatan bisnis dengan jenis Perseroan Mufawadhah. Dengan akad pengelola 60% dan pemodal 40% Dengan ketentuan sebagai berikut:

5 orang memiliki modal dengan masing-masing:
Orang pertama = 1000.000
Orang kedua = 1500.000
Orang ketiga = 1000.000
Orang keempat = 1700.000
Orang kelima = 1000.000
Bekerja sama dengan 3 orang sebagai pengelola
Orang kedua = direktur utama : 50%
Orang ketiga = manajer A : 30%
Orang keenam = manajer B : 20%
Keuntungan = 10.000.000.
Maka perolehan masing-masing orang dalam perseroan tersebut adalah:

Pemodal
Orang pertama 1000.000/6200.000 x 4000.000 = 645.161,288
Orang kedua 1500.000/6200.000 x 4000.000 = 967.741,932
Orang ketiga 1000.000/6200.000 x 4000.000 = 645.161,288
Orang keempat 1700.000/6200.000 x 4000.000 = 1.096.744,192
Orang kelima 1000.000/6200.000 x 4000.000 = 645.161,288.

Pengelola
Orang kedua 50/100 x 6000.000 = 3.000.000
Orang ketiga 30/100 x 6000.000 = 1800.000
Orang keenam 20/100 x 6000.000 = 1200.000
Bagian masing-masing Orang
Orang pertama Rp. 645.161,288
Orang kedua Rp. 3.967.741,932
Orang ketiga Rp. 2.445161,288
Orang keempat Rp. 1.096.744,192
Orang kelima Rp. 645.161,288
Orang keenam Rp. 1.200.000,000

B. TujuanPerusahaan Islam
Dalam hukum ekonomi klasik berlaku semboyan " mencari keuntungan sebesar- besarnya dengan biaya sekecil- kecilnya". Untuk memahami semboyan ini harus memiliki pemikiran yang logis, sehingga tidak akan terjadi kesalahan yang fatal.Tujuan yang paling utama  dari sebuah perusahaan adalah mendapatkan keuntungan/ profit.

Akan tetapi hal ini tidak sama dengan tujuan perusahaan menurut perspektif Islam. Islam selalu mengajarkan agar segala sesuatu yang kita lakukan harus berkiblat kepada Al-Quran dan Al-Hadist tak kecuali satu apapun, termasuk bidang bisnis ataupun perusahaan.

Tujuan perusahaan perspektif Islam tidak hanya berorientasi kepada keuntungan yang setinggi- tingginya, meskipun mencari keuntungan juga tidak dilarang.Suatu perusahaan yang berlaku sebagai produsen islami tidak dapat menjadi sebagai profit optimalizer.

Muhammad Nejatullah Siddiqi, dalam bukunya, The Ekonomic in Islam, memformulasikan tujuan perusahaan sebagai tujuan aktivitas ekonomi. Di mana tujuan yang sempurna menurut Islam dapat diringkas sebagai berikut: (1) memenuhi kehidupan seseorang secara sederhana; (2) memenuhi kebbutuhan keluarga; (3) memenuhi kebutuhan jangka panjang; (4) menyediakan kebutuhan keluarga yang ditinggalkan; dan (4) memberikan bantuan sosial dan sumbangan menurut jalan Allah swt.

Al-Habshi juga mengungkapkan bahwa Islam tidak menginginkan adanya eksploitasi dalam mencari keuntungan, lebih lanjut ia menjelaskan bahwa Islam menganjurkan pada umatnya untuk meraih kebaikan dunia dan akhirat.

Hal inilah yang menjadi dorongan bagi umat Islam untuk beraktifitas bekerja dalam mencari rizqi Allah, terutama dalam hal perdagangan untuk mencari keuntungan sebagai karunia Allah. Sebagaimana Firman Allah Swt dalam surat Al-Baqoroh Ayat 198:

"Tidak ada dosa bagimu untuk mecari karunia ( rezki hasil perniagaan) dari Tuhamu. Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy'arilharam. Dan berdzikirlah ( dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar- benar termasuk orang- orang yang sesat."(QS. Al-Baqarah :198)

Dari ayat diatas, kita dapat menarik kesimpulan bahwasanya Allah swt telah memerintahkan kepada seluruh umatnya untuk bekerja, (mencari karuniaNya). Bekerja yang sesuai dengan syariat Islam, bekerja dengan pekerjaan yang halal.Allah juga tidak melarang umatnya untuk mengambil keuntungan dari transaksi- transaksinya, dengan cara mengambil keuntungan sesuai dengan batasan- batasannya tanpa adanya kedzoliman.

Faktanya, banyak sekali para pelaku ekonomi yang mencintai kenyamanan duniawi dengan cara mencari keuntungan untuk menambahn materi. Bahkan tidak sedikit para pelaku bisnis melakukan berbagai macam cara atau menghalalkan segala cara agar mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.

Mungkin hal ini bisa terjadi diakibatkan adanya kesalah fahaman manusia dalam memaknai kata- kata, semboyan dan suatu tujuan tentang mendapatkan keuntungan. Bagi si pelaku, jika hal ini tercapai, subjek pelakunya akan merasa puas atas apa yang telah ia dapatkan, walaupun nilai kepuasaan tersebut hanya sementara dan semu.

Di dalam Islam telah mengajarkan bagaiman seorang pengusaha harus berkiblat kepada syara' yang bersumber dari Al-Quran dan Al-Hadist. Bila kita gali dua sumber ini maka setidaknya pelaku perusahaan akan memperhatikan prinsip persamaan dan toleran (tasamuh), keadilan ('adalah), serta tolong menolong (taawun) yang saling menguntungkan.

Maksud prinsip dari persamaan dan toleransi di sini adalah bahwa semua manusia atau semua pihak yang memiliki ikatan dengan perusahaan mulai dari jabatan tertinggi hingga terendah secara struktur organisasi, sampai kepada konsumen mereka memiliki kedudukan yang sama dalam hukum Islam.  Untuk itu mereka harus selalu berhati-hati dalam bertindak agar tidak terjadi kesalahan sehingga dapat terkena sanksi. Mereka juga harus saling menghargai fungsi satu sama lain dalam mengerjakan kewajiban masing- masing, yang mana pekerjaan ini harus dikerjakan sesuai dengan nilai dan norma yang ada.

Selanjutnya prinsip keadilan, yang dimaksud disini adalah, sebuah perusahaan harus adil dalam memberikan upah atau penghargaan lainnya (kompensasi) kepada para karyawanya secara adil dan proporsional.

Prinsip keadilan tidak hanya kepada sesame karyawan di dalam perusahaan, akan tetapi hal ini juga harus diterapkan kepada para konsumen. Perusahaan harus menciptkan produk yang berkualitas baik dan setandar dengan harga yang ditawarkan, sehingga konsumen tidak merasa dirugikan, serta mendapatkan kepuasaan secara batini.

Sedangkan untuk prinsip saling tolong menolong (taawun) memiliki hubungan yang sangat erat antara produsen dan konsumen. Pada hakikatnya produsen dan konsumen saling tolong menolong, kedua pihak ini mendapatkan apa yang diinginkan.

Produsen mendapatkan keuntungan materi jika seorang konsumen membeli produk yang sudah dikeluarkan oleh suatu perusahaan, begitu pula konsumen juga mendapatkan keuntungan dengan membeli produk tersebeut,konsumen dapat memenuhi kebutuhanya untuk dikonsumsi, sehingga mendapatkan kepuasaan.

Oleh karena itu, bertolak dari prinsip- prinsip ini produsen (perusahaan) bertanggung jawab secara individual atas barang yang dihasilkan, termasuk resiko yang mungkin timbul, (Partley, 1997:105) dalam (Djakfar Muhammad 2009).

Menurut falsafah Al-Quran, semua aktivitas yang dilakukan oleh manusia patut dikerjakan untuk mendapat falah.Jika falah ini dapat dicapai, manusia akan medapatkankebahagiaan dunia dan akhirat. Seperti yang kita ketahui bahwa rancang bangun ekonomi Islam juga mencapai falah.

Tujuan aktivitas ekonomi pertama-tama diarahkan untuk memenuhi kebutuhan diri tanpa berlebihan sebelum untuk memenuhi tuntutan (kewajiban) atas keluarga, baik jangka pendek mapun jangka panjang.

Setelah kepentingan ini terpenuhi, barulah mengekspansi untuk kepentingan eksternal yakni kebutuhan sosial.dalam hal ini, perusahaan dituntut untuk menyadari bahwasannya keuntungan perusahaan yang diperoleh pada hakikatnya merupakan amanah dan milik Allah swt.

Amanah yang dimaksud dalam hal ini adalah agar harta (maal)tersebut mempunyai fungsi sosial sehingga wajib disampaikan kepada sasaran yang berhak (mustahiq)sesuai dengan syariat Islam.

Dengan demikian, kekayaan tersebut tidak hanya terakumulasikan untuk kepentingan individu, (kepemilikan harta) akan tetapi perlu akan keseimbangan dengan kepentingan sosial sehingga tidak terjadi kesenjangan. Seperti yang dijelaskan dalam Al-Quran di surat Al-Muzzzamil ayat 7:

" ...dan orang- orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang- orang yang lain lagi berperang dijalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Quran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik...."(QS.73:20).

Pengetahuan Perusahaan - apa itu perusahaan dan konsep perusahaan ( Hukum Bisnis)

A. Latar Belakang
     Disekitar kita terdapat banyak aktifitas bisnis yang dilakukan oleh para anggota masyarakat. Masalah bisnis merupakan aktivitas kehidupan universitas umat manusia. Dalam tingkat peradaban manapun tidak akan lepas dari aktivitas bisnis kendati mungkin sistem dan praktiknya saja berbeda.
B. Pengertian Perusahaan
  Istilah perusahaan mulai dikenal sejak disusunnya rancangan Wetboek Van Koophandel (Kitab Undang-undang Hukum Dagang) yang kemudian berlaku di Natherland (Belanda) sejak tahun 1838. Berdasarkan asas konkordinasi, Wetboek Van Koophandel dinyatakan pula berlaku di Hindia (Indonesia) sejak tahun 1848 hingga saat ini.
  Dalam rancangan Undang-undang Wetboek Van Koophandel, yang disebut dengan perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara tidak terputus-putus, dengan terang-terangan, dan dalam kedudukan tertentu untuk mencari laba (bagi diri sendiri). Selain pengertian tersebut, beberapa sarjana juga memberikan pengertian tentang perusahaan, yaitu sebagai berikut:

  1. Menurut Prof. Mr. W.L.P.A. Molengraff, pengertian Perusahaan ekonomi adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus-menerus, bertindak keluar untuk mendapatkan penghasilan dengan cara memperniagakan barang-barang, menyerahkan barang-barang atau mengadakan perjanjian-perjanjian perdagangan.
  2. Menurut Mr. M. Polak, perusahaan ada apabila diperlukan adanya perhitungan-perhitungan tentang laba rugi yang dapat diperkirakan dan segala sesuatu itu dicatat dari pembukuan.
  3. Abdul Kadir Muhammad dalam bukunya pengantar hukum perusahaan di Indonesia menyatakan bahwa berdasarkan tinjauan hukum, istilah perusahaan mengacu pada badan hukum dan perbuatan badan usaha dalam menjalankan usahanya.
  Lebihlanjut, perusahaan adalah tempat terjadinya kegiatan produksi dan berkumpulnya semua faktor produksi. Dalam hukum positif Indonesia, UU Nomor 3 Tahun 1982 tentang wajib daftar perusahaan pasal 1 huruf b, dirumuskan bahwa perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang tetap dan terus-menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia untuk tujuan memperoleh keuntungan dan laba.
 Badan usaha seringkali disamakan dengan perusahaan, meskipun pada kenyataannya berbeda. Badan usaha adalah institusi/ lembaganya, sementara perusahaan merupakan tempat di mana badan usaha itu mengelola faktor-faktor produksi. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui, bahwa pengertian perusahaan mengandung beberapa unsur, yaitu:
  1. Setiap usaha yang menjalankan badan usaha
  2. Usaha yang dijalankan bersifat tetap dan terus-menerus
  3. Berkedudukan di wilayah tertentu (Negara Republik Indonesia)
  4. Bertujuan untuk mendapatkan keuntungan atau laba.
C. Jenis-jenis Perusahaan di Indonesia 
   Menurut Abdulkadir Muhammad (1995: 55-56), perusahaan dapat diklasifikasi menjadi perusahaan dilihat dari jumlah pemilik, perusahaan dapat dibagi menjadi perusahaan perseorangan dan persekutuan. Dilihat dari status pemilik perusahaan dibagi menjadi perusahaan swasta dan perusahaan negara, sedangkan bila dilihat dari bentuk hukumnya perusahaan dapat dibagi menjadi perusahaan berbadan hukum dan perusahaan bukan badan hukum.
 Berdasarkan  klasifikasi tersebut, dapat dilihat pada gambar dibawah ini:


Baca Juga : Bentuk-bentuk Perusahaan Islam

1. Perusahaan Dagang (Perusahaan Perseorangan).
 perusahaan dagang perseorangan adalah salah satu bentuk perusahaan perseorangan, sedangkan perusahaan perseorangan adalah perusahaan yang dijalankan oleh satu orang pengusaha sehingga tanggung jawabnya pun dibebaskan satu orang saja. Perbedaan perusahaan pereorangan dengan perseroan atau persekutuan terletak pada jumlah pengusahanya. Jumlah pengusaha dalam perseroan adalah dua orang atau lebih.
 Dalam pengertian bebas perusahaan perseorangan adalah perusahaan yang dimiliki, dikelola, dan dipimpin oleh seorang yang bertanggung jawab penuh terhadap semua risiko dan aktifitas perusahaan. Tidak ada pemisahan antara kekayaan pribadi dan kekayaan perusahaan. Masyarakat telah mengenal dan menerima bentuk perusahaan perseorangan. Pada umumnya masyarakat yang ingin menjalankan usahanya dalam bentuk perusahaan perseorangan menggunakan bentuk perusahaan dagang (PD) atau usaha dagang (UD), misalnya: took, bengkel, rumah makan, dll.
 Ciri-ciri Perusahaan Dagang
 Perusahaan dagang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
  • Dimiliki perseorangan
  • Pengelolaannya sederhana
  • Kelangsungan usahanya tergantung pada pengusahanya
  • Nilai penjualannya dan nilai tambah yang diciptakan relatif kecil
  • Modalnya tidak terlalu besar.
 Keunggulan Perusahaan Dagang
 Perusahaan dagang memiliki keunggulan-keunggulan sebagai berikut:

  • Pemilik bebas mengambil keputusan
  • Seluruh keuntungan perusahaan menjadi hal pemilik perusahaan
  • Rahasia perusahaan terjamin
  • Pemilik lebih giat berusaha
  • Mudah mengubah jenis usahanya.
 Kelemahan Perusahaan Dagang
  Selain memiliki beberapa keunggulan, perusahaan dagang memiliki beberapa kekurangan sebagai berikut:

  • Tanggung jawab pemilik tidak terbatas
  • Sumber keuangan perusahaan terbatas
  • Kelangsungan hidup perusahaan kurang terjamin
  • Seluruh aktifitas manajemen dilakukan sendiri sehingga pengelolaan manajemen menjadi kompleks.

 2. Persekutuan Perdata (Matschap)
  Menurut pasal 1618 KUHPerdata, yang dimaksud persekutuan perdata adalah suatu perjanjian dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu ke dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan atau kemanfaatan yang diperoleh karenanya. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ada beberapa unsur yang harus terpenuhi dalam persekutuan perdata, antara lain sebagai berikut:

  • Perjanjian, yaitu adanya kesepakatan diantara orang-orang yang mempunyai kesamaan kepentingan untuk menjalankan perusahaan
  • Pemasukan, yaitu masing-masing sekutu wajib memasukkan sesuatu ke dalam gabungan kekayaan, seperti uang atau barang atau bahkan keahlian.
  • Bertujuan untuk memperoleh keuntungan atau laba
  • Keuntungan yang diperoleh dibagi bersama.
3. Persekutuan Komoditer (CV- Commanditaire Vennotschap)
   Persekutuan komoditer (CV) adalah perusahaan persekutuan firma yang mempunyai satu atau beberapa orang sekutu komoditer. Secara sederhana dikatakan bahwa CV adalah sebuah bentuk badan usaha bisnis yang didirikan dan dimiliki oleh dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan bersama dengan tingkat keterlibatan yang berbeda-beda diantara anggotanya. Satu pihak lainnya hanya menyertakan modal saja tanpa harus melibatkan harta pribadi ketika krisis finansial.
Dalam setiap CV, terdapat dua macam sekutu, yaitu sekutu komplementer dan sekutu komoditer.

  • Sekutu Komplementer
     Sekutu komplementer biasa disebut dengan sekutu aktif (active partner) atau sekutu kerja.

  • Sekutu komoditer/ sekutu diam (silent partner)

    Sekutu komoditer biasa disebut dengan sekutudiam (silent partner) atau sekutu pelepasan uang.
  Keunggulan CV
 CV memiliki beberapa keunggulan diantaranya sebagai berikut:

  • Kemampuan manajemen yang lebih besar
  • Proses pendiriannya relatif mudah
  • Modal yang dikumpulkan dapat lebih besar.
 Kekurangan CV
 Selain memiliki keunggulan, CV juga memiliki beberapa kekurangan diantaranya sebagai berikut:

  • Sebagai sekutu yang menjadi persero aktif memiliki tanggung jawab tidak terbatas
  • Sulitu menarik modal kembali
  • Kelangsungan hidup perusahaan tidak menentu.
4. FA Firma
  Menurut pasal 16 KUHP, persekutuan firma adalah persekutuan yang diadakan untuk menjalankan perusahaan dengan memakai nama bersama. Persekutuan firma merupakan bentuk khusus dari persekutuan perdata. Kekhusuan persekutuan firma adalah dalam hal menjalankan perusahaan dan menggunakan nama bersama. Nama bersama dapat diambil dari nama salah seorang sekutu atau gabungan dari para sekutunya.
 Ciri-ciri Persekutuan Firma:

  • Persekutuan firma biasanya sudah saling kenal dan saling percaya.
  • Perjanjian firma dapat dilakukan, baik dihadapan notaris maupun di bawah tangannya.
  • Memakai nama usaha bersama dalam kegiatan usaha.
  • Adanya tanggung jawab dan risiko kerugian yang tidak terbatas.
 Keunggulan Persekutuan Firma
  persekutuan firma memiliki keunggulan sebagai berikut:

  • Kemampuan manajemen yang lebih besar karena ada pembagian kerja diantara para sekutunya.
  • Pendiriannya relatif lebih mudah, baik dengan akta maupun tidak dengan akta pendirian.
  • Kebutuhan modal lebih mudah terpenuhi.

 Kelemahan Persekutuan Firma
  Selain memiliki keunggulan, persekutuan firma juga memiliki kelemahan, antara lain sebagai berikut:

  • Tanggung jawab pemilik tidak terbatas, tanggung jawab bersifat tanggugrenteng.
  • Kerugian yang disebabkan oleh seorang sekutu harus ditanggung bersama dengan sekutu lainnya.
  • Kelangsungan hidup perusahaan tidak menentu. 
 5.  PT (Perseroan Terbatas - Limited Liability Company)
 Hukum memberikan pengertian PT sebagai badan hokum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian , melakukan kegiatan usaha dengan modal besar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. ( Ps. 1 (1) UUPT).
Mencermati pengertian PT tersebut dinyatakan dengan tegas dalam pasal 1 UUPT bahwa PT diberikan status sebagai badan hukum. Artinya, PT dianggap sebagai orang (pribadi) dan dapat menggunakan nama PT itu sendiri, bertanggung jawab sendiri, memiliki harta kekayaan sendiri, dan dapat menuntut atau dituntut secara hukum didalam maupun diluar pengadilan. Para organ yang menjalankan PT hanyalah bertindak untuk dan atas nama PT, para organ PT tersebut tidak bertindak untuk dirinya sendiri. Badan hukum tersebut merupakan persekutuan/ himpunan/ asosiasi modal.
Perkembangan hukum PT sangat dinamis. Pada awalnya, sumber hukumnya adalah KUHD yang juga mengatur firma dan CV. Namun, karena pesatnya perkembangan PT sehingga dibuatlah undang-undang tersendiri, yaitu undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang PT. Undang-undang ini kemudian diperbarui dengan undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang PT.
Keberadaan PT sebenarnya telah ada sejak zaman kolonial Belanda, meskipun saat itu menggunakan nama NV (Naamlooze Vennontshap). Masyarakat yang memilih PT sebagai media pencetak keuntungan umumnya ingin memanfaatkan kelebihan-kelebihan PT.
 Kelebihan dan Kekurangan PT
  Kelebihan PT:

  • Memungkinkan pengumpulan modal besar
  • Memiliki status sebagai badan hukum
  • Tanggung jawab terbatas
  • Pengalihan kepemilikan lebih mudah
  • jangka waktu tidak terbatas
  • Manajemen yang lebih kuat
  • Kelangsungan hidup perusahaan lebih terjamin
  • Biasanya untuk penanaman modal asing (PMA) ada fasilitas bebas pajak (tax holiday).
Kekurangan PT:

  • Pengenaan pajak ganda
  • Ketentuan perundang-undangan lebih kuat
  • Rahasia perusahaan relatif kurang terjamin
  • Pendirian perusahaan relatif sulit, lama, dan biaya lebih besar
  • Biasanya untuk PMA, sedikit rentan terhadap situasi dan kondisi sosial, politik, dan keamanan negara.

6. Koperasi
Menurut undang-undang perkoperasian No.25 Tahun 1992, yang dimaksud koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatan berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan (Pasal 1 angka 1). Koperasi bertujuan untuk mensejahterakan anggotanya.

Modal Ventura Pengertian, Ciri-ciri, Jenis-jenis,Tujuan, Sumber Modal dan Perbedaan Antara Bank dan Modal Ventura


perusahaan modal ventura

Dalam melakukan suatu kegiatan investasi tidak semua investasi dapat dilakukan dengan mudah, karena hampir semua investasi mengandung risiko kerugian. Bagi investasi yang mempunyai risiko rendah hampir semua investor ingin melakukannya. Akan tetapi jika investor tersebut memiliki risiko tinggi, maka tidak mudah untuk mencari investor.

Perusahaan modal ventura merupakan perusahaan yang berani melakukan investasi dimana investasi tersebut mengandung risiko tinggi. Keputusan ini dibuat dengan berbagai pertimbangan tentunya hal ini sesuai dengan maksud dan tujuan di dirikannya perusahaan modal ventura yaitu penanaman modal dalam suatu usaha yang mengandung risiko tinggi.
Kegiatan investasi yang di biayai oleh modal ventura biasanya dalam jangka waktu panjang dan memiliki risiko tinggi, seperti membentuk atau mengembangkan usaha baru di bidang tertentu. Meskipun risiko yang di hadapi tinggi, pihak modal ventura mengharapkan keuntungan yang tinggi pula dari penyertaan modalnya berupa capital gain atau deviden. Perusahaan yang pembiayaannya dari modal ventura di sebut perusahaan pasangan usaha (PPU) atau investee compeni. Lalu apa yang di maksud dengan perusahaan modal ventura


A. Pengertian
Modal ventura adalah suatu investasi yang bentuknya pembiayaan berupa penyertaan modal dalam suatu perusahaan suasta sebagai rekan atau pasangan usaha dalam jangka waktu tertentu.
Biasanya investasi modal ventura ini diberikan dalam bentuk uang tunai yang kemudian di tukarkan dengan sejumlah saham pada perusahaan pasangan usaha.  Pada umumnya modal ventura merupakan investasi dengan risiko tinggi, namun juga merupakan investasi dengan imbalan yang tinggi.
Dana investasi dari investor di kelola oleh dana ventura dimana para investor tersebut sudah mengetahui bahwa perusahaan yang di biayai memiliki risiko tinggi dan tidak memiliki syarat standar perusahaan terbuka untuk mendapatkan modal pinjaman dari perbankan.
Sebagian dana ventura tersebut berasal dari investor yang sudah mapan, bank investasi, dan institusi keuangan yang melakukan pengumpulan dana untuk tujuan investasi tersebut. Pernyataan modal ventura umumnya di berikan kepada perusahaan-perusahaan startup (perusahaan rintisan).



B. Ciri-ciri Modal Ventura
1.        Pembiayaan modal ventura bersifat equity
Bentuk pembiayaan yang dilakukan oleh perusahaan modal ventura ialah dengan penyertaan modal langsung terhadap perusahaan pasangan usaha.
2.        Modal ventura bersifat investasi jangka panjang
Perusahaan modal ventura tidak menargetkan memperoleh keuntungan dengan menjual sahamnya dalam jangka pendek, tapi mengharapkan capital gain sesudah jangka waktu tertentu.
3.        Modal ventura bersifat risk capital
Modal ventura berisiko tinggi karena pembiayaannya tidak disertai dengan jaminan, misalnya dengan kredit perbankan. Tapi, risiko tinggi di imbangi dengan harapan mendapatkan return yang lebih besar.
4.        Modal ventura bersifat sementara
Walaupun pembiayaan modal ventura penyertaan saham, tapi ada prinsipnya tetap bersifat sementara, contohnya ketentuan jangka waktu penyertaan modal ventura di Indonesia minimum sepuluh tahun.
5.        Keuntungan berupa capital gain dan deviden
Target keuntungan yang di harapkan di peroleh perusahaan modal ventura ialah capital gain atau apresiasi nilai saham di samping deviden.
6.        Rate of return yang tinggi
Bidang usaha yang biasanya di biayai oleh modal ventura ialah yang bersifat terobosan-terobosan baru yang menjanjikan keuntungan yang tinggi.

C. Jenis-jenis Modal Ventura
1. Eguity financing
Eguity financing adalah jenis pembiayaan langsung yang di lakukan perusahaan modal ventura dengan melakukan pemberian dana secara langsung kepada perusahaan pasangan usaha serta mengambil bagian dari jumlah saham milik perusahaan pasangan usaha.
2. Semi equity financial
Semi equity financial adalah pembiayaan dengan cara membeli obligasi konversi yang di buat oleh perusahaan pasangan usaha.
3. Mendirikan usaha baru
Perusahaan modal ventura bekerja sama dengan perusahaan pasangan dalam mendirikan suatu usaha yang benar-benar baru.
4. Bagi hasil
Bagi hasil ialah jenis pembiayaan pada usaha kecil yang belum punya badan hukum, di mana ke dua belah pihak mendapatkan bagian dari keuntungan yang di hasilkan usaha itu.

D. Tujuan Modal Ventura

l  Menumbuhkan serta mengembangkan kemampuan UMKM dengan memberikan bantuan secara finansial tanpamengabaikan kaidah perusahaan yang sehat.
l  Membantu meningkatkan angka pertumbuhan UKM dengan memberikan modal saham, dan memberikan jaminan jangka panjang dan menengah, serta membantu usaha kecil dalam meningkatkan keahlian dan manajemen.
l  membantu menciptakan situasi bisnis yang sehat untuk UKM supaya bisa bertumbuh menjadi usaha yang bisa di andalkan.
l  Kemitraan dalam rangka mengurangi kemiskinan, tujuan membantu para pengusaha yang kekurangan dana serta tidak punya jaminan materiil, sehingga susah mendapatkan tunjangandari bank. Berkat adanya peminjaman modal dari modal ventura bisa membantu menghadapi kesulitan keuangannya.
l   Untuk membantu perusahaan yang sedang kekurangan likuiditas.
l  Membantu mendirikan perusahaan baru, yang mana tingkat risiko kerugiannya tidak kecil.

E. Sumber Dana Modal Ventura
Sumber sumber dana modal ventura ada dua :
1. Dari dalam perusahaaan, dana dari sumber ini diperoleh dari :
a. Setoran modal dari pemegang saham
b. Cadangan laba yang belum terpakai
c. Laba ditahan
2. Dari luar perusahaan, dana dari sumber ini diperoleh dari :
a. Investor baik perorangan maupun industri
b. Pinjaman dari dunia perbankan
c. Pinjaman dari perusahaan asuransi
d. Pinjaman dari perusahaan dana pensiun

F. Perbedaan Antara Perusahaan Modal Ventura Dan Bank
Perbedaan antara perusahaan modal ventura dan bank terletak pada jenis kegiatannya.
-  jika bank kegiatannya hanya membiayai, tidak masuk keperusahaan yang           dibiayai
-  jika perusahaan modal ventura kegiatannya membiayai sekaligus            langsung memiliki (andil) keperusahaan dibiayainya (perusahaan pasangan            usaha)
Perbedaan modal ventura dengan bank terletak diberbagai aspek seperti modal ventura memberikan pembiayaan bagi perusahaan swasta untuk mengembagkan bisnisnya, sedangkan bank memberikan pembiayaan bagi nasabah untuk bisnis maupun hal lainnya. Modal ventura memberikan jangka waktu pembiayaan untuk perusahaan biasanya dalam jangka waktu panjang, sedangkan bank memiliki waktu yang relatif pendek.
Modal ventura lebih menekankan pada investasi kepada perusahaan agar nantinya ada timbal balik yang diberikan, sedangkan bank mengutamakan kepuasan nasabah dan mendapatkan keuntungan melalui bunga.