ETIKA BISNIS DALAM PERSPEKTIF AGAMA DAN PERSPEKTIF ALIRAN PEMIKIRAN

A. Latar belakang

Dunia bisnis di Indonesia tengah mengalami proses perubahan. Arus globalisasi yang semakin deras tengah menekan dunia bisnis Indonesia untuk mengadopsi standar-standar pengelolaan bisnis secara internasional. Sustainable development maupun green business merupakan isu yang semakin berkembang. Masyarakat dunia semakin peduli akan kelestarian lingkungan. Keseimbangan dunia bisnis dan lingkungan harus bisa dicapai. Ecolabeling merupakan salah satu contoh usaha masyarakat untuk menyelamatkan lingkungan dari ancaman dunia bisnis.

Berbicara tentang "etika bisnis" di sebagian besar paradigma pemikiran pebisnis terasa kontradiksi interminis (bertentangan dalam dirinya sendiri) atau oxymoron ; mana mungkin ada bisnis yang bersih, bukankah setiap orang yang berani memasuki wilayah bisnis berarti ia harus berani (paling tidak) "bertangan kotor". 

Apalagi ada satu pandangan bahwa masalah etika bisnis seringkali muncul berkaitan dengan bisnis tertentu, yang apabila "beretika" maka bisnisnya terancam pailit. Disebagian masyarakat yang nir normative dan hedonistik-materialistk, pandangan ini tampaknya bukan merupakan rahasia lagi karena dalam banyak hal ada konotasi yang melekat bahwa dunia bisnis dengan berbagai lingkupnya dipenuhi dengan praktik-praktik yang tidak sejalan dengan etika itu sendiri.

Begitu kuatnya oxymoron itu, muncul istilah business ethics atau ethics in business. Sekitar dasawarsa 1960-an, istilah itu di Amerika Serikat menjadi bahan kontroversial. Orang boleh saja berbeda pendapat mengenai kondisi moral lingkungan bisnis tertentu dari waktu ke waktu. Tetapi agaknya kontroversi ini bukanya berkembang ke arah yang produktif, tapi malah semakin menjurus ke suasana debat kusir.

Wacana tentang nilai-nilai moral (keagamaan) tertentu ikut berperan dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat tertentu, telah banyak digulirkan dalam masyarakat ekonomi sejak memasauki abad modern, sebut saja Misalnya, Max weber dalam karyanya yang terkenal, The Religion Ethic and the Spirit Capitaism, meneliti tentang bagaimana nilai-nilai protestan telah menjadi kekuatan pendorong bagi tumbuhnya kapitalisme di dunia Eropa barat dan kemudian Amerika. Walaupun di kawasan Asia (terutama Cina) justru terjadi sebaliknya sebagaimana  yangditulis Weber. Dalam karyanya The Religion Of China: Confucianism and Taoism, Weber mengatakan bahwa etika konfusius adalah salah satu faktor yang menghambat tumbuhnya kapitalisme nasional yang tumbuh di China.

B.  Etika bisnis Islam dalam Al-Qur’an dan Hadist

Menurut etika bisnis Islam, setiap pelaku bisnis (wirausaha) dalam berdagang, hendaknya tidak semata-mata bertujuan mencari keutungan sebesar-besarnya, akan tetapi yang paling penting adalah mencari keridhaan dan mencapai keberkahan atas rezeki yang diberikan oleh Allah SWT. Hakikat keberkahan usaha itu adalah kemantapan dari usaha 
yang dilakukannya dalam bentuk memperoleh keuntungan yang wajar dan diridhai oleh Allah SWT.

Al-Quran dan Hadits didalamnya mencakup sekumpulan aturan-aturan dan prinsip￾prinsip yang jika dijalankan akan menghasilakn kesuksesan besar bagi para pelaku bisnis, baik di dunia maupun di akhirat. Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya:
“Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS. An￾Nahl : 89).

Nabi Muhammad SAW memperinci ayat diatas dengan hadits sebagai berikut:
“Telah kuwariskan kepadamu dua hal, yang jika kamu tetap berpegang kepadanya,
maka kamu tidak akan tersesat selamanya, yaitu kitab Allah dan sunnahku.” (Bukhari
Muslim)
Untuk memperoleh keberkahan dalam jual beli, Islam mengajarkan beberapa etika dalam melakukan bisnis, sebagai berikut:
  1. Jujur dalam takaran dan timbangan, Allah berfirman QS al-Muthafifin 1-2:“Celakalah bagi orang yang curang. Apabila mereka menimbang dari lain (untuk dirinya, dipenuhkan timbangannya). namun, apabila mereka menimbang (untuk orang lain) dikuranginya”. Menjual barang yang halal. Dalam salah satu hadits nabi menyatakan bahwa Allah mengharamkan sesuatu barang, maka haram pula harganya (diperjualbelikan).
  2. Menjual barang yang baik mutunya. Dalam berbagai hadits Rasulullah melarang menjual buah-buahan hingga jelas baiknya.
  3. Jangan menyembunyikan cacat barang. Salah satu sumber hilangnya keberkahan jual beli, jika seseorang menjual barang yang cacat yang disembunyikan cacatnya. Ibnu Umar menurut riwayat Bukhari, memberitakan bahwa seorang lelaki menceritakan kepada Nabi bahwa ia tertipu dalam jual beli. Sabda Nabi ; “Apabila engkau berjual beli, katakanlah : tidak ada tipuan”.
  4. Jangan main sumpah. Ada kebiasaan pedagang  untukmeyakinkan pembelinya dengan jalan main sumpah agar dagangannya laris. Dalam hal ini Rasulullah SAW memperingatkan: “sumpah itu melariskan dagangan, tetapi menghapuskan keberkahan”. (H.R. Bukhari).
  5. Longgar dan bermurah hati. Sabda Rasulullah: “Allah mengasihi orang yang bermurah hati waktu menjual, waktu membeli dan waktu menagih hutang”. (H.R. Bukhari). Kemudian dalam hadits lain Abu Hurairah memberitakan bahwa Rasulullah bersabda: “ada seorang pedagang yang mempiutangi orang banyak. Apabila dilihatnya orang yang ditagih itu dalam dalam kesem-pitan, dia perintahkan kepada pembantu-pembantunya.” Berilah kelonggaran kepadanya, mudah-mudahan Allah memberikan kelapangan kepada kita”. Maka Allah pun memberikan  kelapangankepadanya “ (H.R. Bukhari).
  6. Jangan menyaingi kawan. Rasulullah telah bersabda: “janganlah kamu menjual dengan menyaingi dagangan saudaranya”.
  7. Mencatat hutang piutang. Dalam dunia bisnis lazim terjadi pinjam-meminjam. Dalam hubungan ini al-Qur’an mengajarkan pencatatan hutang piutang. Gunanya adalah untuk mengingatkan salah satu pihak yang mungkin suatu waktu lupa atau khilaf: “hai orang￾orang yang beriman, kalau kalian berhutang-piutang dengan janji yang ditetapkan waktunya, hendaklah kalian tuliskan. Dan seorang penulis di antara kalian, hendaklah menuliskannya dengan jujur. Janganlah penulis itu enggan menuliskannya, sebagaimana telah diajarkan oleh Allah kepadanya”.
  8. Larangan riba sebagaimana Allah telah berfirman: “Allah menghapuskan riba dan menyempurnakan kebaikan shadaqah. Dan Allah tidak suka kepada orang yang tetap membangkang dalam bergelimang dosa”.
  9. Anjuran berzakat, yakni menghitung dan mengeluarkan zakat barang dagangan setiap tahun sebanyak 2,5 % sebagai salah satu cara untuk membersihkan harta yang diperoleh dari hasil usaha.

C. Beberapa Aspek Terkait dengan Bagaimana Islam Memandang Etika dalam Bisnis

  1. Islam mengajarkan agar dalam berbisnis, seorang muslim harus senantiasa berpijak kepada aturan yang ada dalam agama, utamanya bagaimana pengusaha tidak hanya memikirkan kepentingan sendiri, namun juga bisa membina hubungan yang harmonis dengan konsumen atau pelanggan, serta mampu menciptakan suasana saling meridhoi dan tidak ada unsur eksploitasi. Hal ini sebagaimana ketentuan dalam Al-Qur’an yang memberi pentunjuk agar dalam bisnis tercipta hubungan yang harmonis, saling ridha, tidak ada unsur eksploitasi (QS. 4:29) dan bebas dari kecurigaan atau penipuan, seperti keharusan membuat administrasi transaksi kredit (QS. 2: 282).
  2. Bekerja dalam konteks Islam harus didasari atau berlandaskan kepada iman. Dalam kaitan iman, berbisnis tidak semata-mata mengejar keuntungan duniawi, melainkan seorang muslim harus senantiasa ingat bahwa apa pun yang ia kerjakan harus diimbangi dengan komitmen kecintaan kepada Allah. Dengan demikian, Iman akan membawa usaha yang dilakukan seorang muslim jauh dari hal-hal yang dilarang dalam hukum jual beli seperti riba, menipu pembeli, dan sejenisnya.

D. 5 Ketentuan Umum Etika Berbisnis dalam Islam 

1. Kesatuan (Tauhid/Unity)

Dalam hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.

Dari konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.

2. Keseimbangan (Equilibrium/Adil)

Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan. Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau menakar atau menimbang untuk orang selalu dikurangi. Kecurangan dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah kepercayaan.

Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan.
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan
neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya,” (Q.S.
al-Isra’: 35).
 Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat adil,tak terkecuali pada pihak yang tidak disukai. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Maidah ayat 8 yang artinya: “Hai orang-orang beriman,hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah SWT,menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-sekali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.Berlaku adillah karena adil lebih dekat dengan takwa.”

3. Kehendak Bebas (Free Will)

Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.

Kecenderungan manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya melalui zakat, infak dan sedekah.

4. Tanggung jawab (Responsibility)

Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk 
memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakanya secara logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggung  jawab atas semua yang dilakukannya.

5. Kebenaran, kebajikan dan kejujuran

Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.

E. Perspektif Ajaran Islam dan Perspektif Ajaran Non Islam
Kedua perspektif tersebut akan menyoroti 3 system pendekatan, yaitu :

1. System etika teologi.

Teori teologi berdasar ikatan pengambilan keputusan moral dengan pengukuran hasil atau konsekuensi suatu perbuatan. Teori teologi ini akan membahas diantaranya teori yang dikembangkan oleh Jeremi Bethan (w.1832) dan John Stuart Mill(w.1873) bahwa 
etika teologi mendasarkan pada konsep utility yang kemudian disebut utilitarianism, dan teori keadilan distribusi atau keadilan yang berdasarkan pada konsep fairness yang di kembangkan oleh John Rawis.

2. System etika deontology.

Yaitu menentukan etika dari suatu perbuatan berdasarkan aturan atau prinsip yang mengatur proses pengambilan keputusan. Bahasanya antara lain yang dikembangkan oleh Immanuel Kant, dan teori virtue.

3. Teori hybrid

Merupakan kombinasi atau sesuatu yang berlainan dari teori teologi dan deontology. Bahasan akan difokuskan antara lain teori kebebasan individuyang dikembangkan oleh Robert Nozick, etika egoism dan etika egoism baru, teori relativisme, teori hak dan teori eksistensi.

F. Perspektif Dari Ajaran Islam

1. Etika bisnis merupakan seperangkat nilai tentang baik, buruk, benar dan salah dalam dunia bisnis berdasarkan pada prinsip moralitas, ada beberapa hal yang dapat dikemukakan yaitu:
  • Menanamkan kesadaran akan adanya dimensi etis dalam bisnis.
  • Memperkenalkan argumentasi moral dibidang ekonomi dan bisnis serta cara penyusunannya.
  • Membantu untuk menentukan sikap moral yang tepat dalam menjalankan profesi.
2. Etika bisnis merupakan hal yang vital dalam perjalanan sebuah aktivitas bisnis professional. Sebagaimana diungkapkan oleh Dr. syahata, bahwa etika bisnis mempunyai fungsi substansial membekali para pelaku bisnis beberapa hal sebagai berikut:
  • Membangun kode etik aslam yang mengatur, mengembangkan dan menancapkan metode berbisnis dalam kerangka ajaran agama.
  • Kode etik islam dapat menjadi dasar hokum dalam menetapkan tanggung jawab 
  • pelaku bisnis, terutama bagi diri meraka sendiri, antara komunitas bisnis, masyarakat , dan di atas segalanya adalah tanggung jawab dihadapan Allah.
  • Kode etik diperspsi sebagai dokumen hokum yang dapat mnyelesaikan persoalan yang munculdari pada harus diserahkan kepada pihak peradilan.
  • d. Kode etik dapat memberi kontribusi dalam penyelesaian banyak persoalan yang terjadi antara sesame pelaku bisnis.
  • Kode etik dapat membantu mengembangkan kurikulum pendidikan, pelatihan dan seminar yang di perlukan bagi pelaku bisnis yang menggabungkan nilai-nilai moral dan perilaku baik dengan prinsip bisnis kontemporer.
  • Kode etik ini dapat mempresentasikan bentuk aturan islam yang konkret dan bersifat cultural sehiongga dapat mendeskripsikan konfrehensif dan orisinalitas ajaran islam yang dapat diterapkan disetiap zaman dan tempat.
3. Dasar Falsafah Etika dalam Islam
Etika bersama dengan agama berkaitan eret dengan manusia tentang upaya pengaturan kehidupan dan perilakunya. Islam meletakan “ teks suci” sebagai dasar kebenaran, sedangkan fisafat barat meletakan “akal” sebagai dasar. Substansi engan kemaha 
kuasaan tuhan tanggung jawab manusia. Dan (3) keadilan tuhan dan realitas kadilannya di hari kemudian. Berbagai teori etika barat dapat dilihat dari susut pandang islam sebagai berikut:
  • Teologi utilitarian dalam islam :”hak individu dan kelompok penting” dan “ tanggungjawab adalh perseorangan.
  • Distributive justice dalam islam:” hak orang miskin berada pada harta orang kaya.
  • Deontology dalam isslam :” niat baik tidak dapat mengubah yang “haram” jadi “halal”.
  • Enternal law dalam islam :” allah mewajibkan manusia untuk mempelajari wahyu dan ciptannya.
4. Etika Skriptual 
Etika skriptual dapat diartika sebagai sebuah etika yang berangkat dari interprestasi yang melibatkan aktivitas intelektual yang serius dan sungguh-sungguh terhadap nash al-quran dan sunnah nabi sabagai etika utama. Al quran dipandang mencakup tiga hal utama, yaitu hakikat benar dan salah, keadilan dan kekuasaan tuhan dan kebebasan dan tanggungjawab. Sumber :
  • Al quran dan topic analisis. Teks dan interpretasinya, kebaikan dan kebenaran, keadilan tuhan dan tanggung jawab.
  • Bukti-bukti dan tradisi hadis nabi : kekuasaan tuhan, kemampuan manusia, kebaikan ada di dalam hati, rukun iman, inti keadilan dan tanggung jawab moral
5. Teori etika teologis
Rasionalisasi etika, dasar-dasar deontology dari benar dan salah : (a) kapasitas manusia dan tanggung jawabnya, (b) kebijaksaan tuhan dan kedilan. Etika kebebasan, ketentuan tuhan sebagai dasar benar dan salah: (a) capacity dan acquisition, (b) keadilan dan 
ketidakadilan yang diterapkan tuhan. Persoalan teologi, memunculkan berbagai aliran pemikiran dalam islam, antara lain :
  • Mu’tazilah berhadapan asy ariah , meliputi sumber pengetahuan =akal pikiran
  • Sumb hukum = akal, wahyu dan agama, syariat baik/buruk= akal dan syariat.
  • Jabariah terhadap qadariah.
6. Rasionalisme (mu’tazilah)
Benar / salah terbatas a hukum etika berkaitan dengan: pujian/ cercaan, pahala/siksa. Manusia diberi akal jadi harus berfikir untuk menentukan perbuatan. Perbuatan dan tanggung jawab bergantung pada pengetahuan . akal menopang kehidupan etika secara 
keseluruhan . benar/.salah diketahui lewat pengetahuan atau akal.

7. Semi rasionalis-asyriah
  • Dasar pnentuan benar/salah :a. benar =apa yang dikehendaki dan di perintah Allah, salah = apa yang dilarang allah,b. perbuatan itu di ciptakan tuhan dan manusia, c. wahyu yang menentukan segala hal yang menjadi kewajibansecara moral dan agama, d.peran wahyu adlah mengonfirmasikan apa yang telah di temukan oleh akal.
  • Tanggungjawab manusia a. sebatas/sesuai dengan perbuatan yang berasal dari kekuasaan yang diciptakan saja.
  • Keadilan Tuhan : apapun yang dilakukan / dikehendaki Tuhan itu adil.
8. Etika filsafat
Latar belakang pendapat mayoritas ahli-ahli islam: tidak ada mazhab etika dalam pemikiran islam karena dalam pemikiran islam karena sudah ada Al quran dan Hadist. Prinsi utama :
  • Berpihak pada teori etika yang bersifat universal dan fitri.
  • Moralitas dalam islam didasarkan pada keadilan menempatkan segala sesuatu pda tempatnya.
  •  Tidak etis akan menghasilkan kebahagiaan termai dunia dan fisik.
  • Tindakan etis bersifat rasional.
9. Etika keagamaan 
Ciri-cirinya adalah :
  • Berakar pada Al quran dan Hadis.
  • Cenderung melepas kepelikan metodologi langsung mengungkapkan moralitas islam secara langsung.
  • Kebaikan/perilaku yang baik menurut : Al Dunya, miskawaih, hasan al basin, mawardi.
10. Teori keadilan distribusi islam
Para pengamat mengatakan bahwa, tujuan distribusin dalam islam adalah persamaan dalam distribusi. Dalam pandangan munawar iqbal, bahwa yang di maksud dengan distribusi justice dalam islam adalah distribusi yang menjamin 3 hal berikut:
  • Jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar bagi semua.
  • Objektivitas atau kedilan tetapi bukan persamaan dalam pendapatan individu
  • Pembatasan ketidak merataan ekstrem dalam pendapatan dan kekayaan individu

G. Perspektif Dari Ajaran Barat

1. Teori Keadilan Distribusi

Inti dari teori inibahwa “perbuatan disebut etis apabila menjunjung keadilan distribusi barang dan jasa” yang berdasarkan pada konsep “fairness”. Konsep yang dikemukakan oleh john rawls, filsuf kontemporer dari harfard, memiliki nilai dasar keadilan. Suatu perbuatan dikatakan etis bila berakibat pemerataan / kesamaan kesejahteraan dan 
beban.

2. Teori utilitarianisme

Teori ini mengarahkan kita dalam pengambilan keputusan etika dengan pertimbangan manfaat terbesar bagi banyak pihak sebagai hasil akhirnya semakin bermanfaat pada banyak orang, perbuatan itu semakin etis. Benthan menciptakan prosedur 
mekanis untuk memperkirakan status moral dari suatu perbuatan, metodenya disebut felific calculus. Dan kemudian S.Mill melakukan Revisi dan mengembangkan lebih lanjut konsep ini sehingga menjadi bagian penting dari konsep liberal dalam tujuan kebijakan Negara.

3. Konsep Deontologi

Deontologi berasal dari kata deon yang berarti tugas atau kewwajiban. Apabila sesuatu dilakukan berdasarkan kewajiban, maka ia melepaskan sama sekali moralitas dari konsekuensi perbuatannya.tokoh pengembang konsep ini adalah imanuel kant.

4. Teori keutamaan (virtue ethics)

Dasar teori ini adalah tidak menyoroti perbuatan manusia semata, namun seluruh manusia sebagai pelaku moral.pendekatan ini menggunakan dasar pemikiran aristoteles tentang kebijakan/kesalehan, dimana manusia sebagai makhluk politik tak dapat lepas dari polis/komunitasnnya.

5. Teori hukum abadi(Eternal Law)

Dasar dari teori ini adalah bahwa perbuatan etis harus didasarkan ajaran kitab suci dan alam, namun permasalahan timbul karena kemudian agama menganjurkan meninggalkan keduniawian dengan meditasi untuk menjadi orang yang sempurna.

6. Teori personal libertarianisme

Teori ini bersifat deontology karena melindungi hak kebebasan individu, namun bersifat teleology pula, karena juga melihat hasil, yaitu apakah kebebasan telah dibatasi atau tidak. Teori ini dikembangkn oleh Robert Nozick, dimana perbuatan etika diukur 
bukan dengan keadilan distribusi kekayaan namun dengan kedilan/kesamaan kesempatan bagi semua terhadap pilihan-pilihan yang ada untuk kemakmuran mereka. Teori ini percaya bahwa moralitas akabn tumbuh subur dari maksimalisasi kebebasan 
individu.

7. Teori Ethical Egoisme

Dalam teori ini maksimalisasi kepentingan individu dilakukan sesuai keinginan individu yang bersangkutan. Kepentingan bukan harus barang/kekayaan, bisa pula ketenaran, keluarga bahagia, pekerjaan yang baik atau apapun yang dianggap penting oleh pengambil keputusan.

8. Teori Existentialisme

Tokoh yang mengembangkan pahan ini adlah jean-paul Sartre. Menurutnya standar perilaku tidak dapat dirasionalisasikan . menurut interpretasinya eksistensi mendahului esensi.Awainya manusia dahulu yang ada kemudian baru ia menentukan siapa ia atau esensi dirinya. Setiap orang adalah makhluk bebas. Pertanggung jawaban moral berada pada setiap individu dengan caranya sendiri-sendiri.

9. Teori Relativisme 

Teori ini berpendapat bahwa etika itu bersifat relative. Jawaban etika tergantung dari situasinya. Dasar pemikiran ini adalah bahwa tidak ada criteria universal untuk menentukan perbuatan etis.setiap individu menggunakan kriterianya masing￾masingdan berbeda setiap budaya atu Negara.

10. Teori hak (right)

Teori ini cenderung paling banyak digunakan dan popular untukmmasa modern. Nilai dasar yang dianut adalah liberty (kebebasan). Perbuatan etis harus berdasarkan hak individu terhadap memilih. Setiap individu memliki hak moral yang tidak dapat ditawar.

D A F T A R P U S T A K A

Ruky, Achmad S. 2000, Menjadi Manajer Internasional, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama.
Yahya Wijaya, Nina Mariani Noor, 2013, Etika Ekonomi dan Bisnis Prespektif Agama-Agama 
di Indonesia, Geneva: Globethict.net Focus 16.
ETIKA BISNIS DALAM PERSPEKTIF AGAMA DAN PERSPEKTIF ALIRAN PEMIKIRAN
4/ 5
Oleh